Indomie

🍜 INDF: Laggard Play with Limited Downside (All-Time Low Valuation) by Edi Chandren

Penulis: Edi Chandren | Editor: Aulia Rahman Nugraha, Rahmanto Tyas Raharja, Vivi Handoyo Lie

Published date: 16/2/2024

  • Dengan korelasi kinerja dan harga saham ICBP dan INDF yang tinggi, INDF berpotensi menyusul kenaikan ICBP belakangan ini (laggard).

  • Risiko downside tampak terbatas dengan valuasi terendah sepanjang masa, sementara laba bersih capai level tertinggi sepanjang masa.

  • INDF juga menawarkan  dividen yield yang cukup menarik sebesar 5–6%.

Deskripsi: Pergerakan harga saham INDF (biru) dan ICBP (hijau) dalam 5 tahun terakhir.
Sumber: Charbit Stockbit

Executive Summary

Dengan kontribusi laba Indofood Sukses Makmur ($INDF) yang didominasi (~80%) dari Indofood CBP Sukses Makmur ($ICBP), INDF secara fundamental semakin menjadi proxy dari saham ICBP. Apalagi, tren kontribusi ini juga cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Namun, kami melihat terdapat anomali saat ini. Ketika harga saham ICBP telah pulih dan naik sekitar +16% dari titik terendahnya pada 1 November 2023 hingga penutupan 15 Feb 2024, pergerakan harga saham INDF justru masih cenderung flat. Dari aspek valuasi, INDF kini diperdagangkan pada 5,5x 1-Year Forward P/E, sementara ICBP pada 13,8x. Diskon P/E INDF terhadap ICBP mencapai 60%, level tertinggi sejak 2018.

Kami menilai, anomali valuasi dan pergerakan harga saham di atas membuka peluang bagi investor untuk mengakumulasi INDF. Dengan korelasi kinerja dan harga saham yang tinggi secara historis, kami menilai INDF berpotensi menyusul pergerakan saham ICBP (laggard).

Secara valuasi, kami menilai, baik secara nominal (5,5x P/E dan 0,80x P/BV) maupun relatif (60% diskon terhadap ICBP), valuasi INDF saat ini telah mencapai mencapai level yang murah, bahkan terendah sepanjang masa (all-time low). Padahal, kinerja laba bersih INDF  per 2023 mencapai level tertinggi sepanjang masa (all-time high), berdasarkan estimasi kami. Oleh karena itu, kami menilai risiko downside lanjutan tampak terbatas, sekaligus memberikan peluang upside yang menarik jika level diskon mengecil.

INDF juga menawarkan dividen yang cukup menarik, dengan yield sebesar 5–6% per tahun dari tahun buku 2023 dan 2024, berdasarkan estimasi konservatif kami. Dari aspek prospek kinerja, kami memprediksi pertumbuhan laba bersih 2024 sebesar +5%, didorong masih akan solidnya kinerja ICBP seiring peningkatan daya beli pada tahun politik serta prediksi biaya bahan baku (gandum) dan nilai tukar rupiah yang stabil.

Risiko utama yang kami lihat adalah 1) kembali naiknya harga gandum; 2) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS; 3) anjloknya harga CPO, dan 4) tidak berhasilnya saham INDF untuk menyusul kenaikan ICBP (diskon valuasi INDF terhadap ICBP yang tetap tinggi atau bahkan terus meningkat).


INDF: Semakin Menjadi Proxy ICBP


Secara fundamental, INDF semakin menjadi proxy dari anak usaha utamanya, ICBP. Hal ini karena kontribusi ICBP yang semakin dominan pada kinerja keseluruhan INDF. Sebagai ilustrasi, pada 2017, kontribusi ICBP hanya mencapai ~64% dari total laba usaha INDF. Per 9M23, kontribusi ini telah naik menjadi ~78%, yang mana kami prediksi akan semakin meningkat menjadi ~79% pada 2024. 

Secara tren, kontribusi ICBP pada keseluruhan laba INDF cenderung meningkat sejak 2017. Penurunan kontribusi ICBP pada 2021–2022 lebih disebabkan oleh performa segmen Agribisnis yang sangat baik akibat tingginya harga CPO, dan bukan karena menurunnya kinerja ICBP. Ketika harga CPO kembali ke level yang lebih normal pada 2023, kontribusi ICBP terhadap INDF pun kembali ke atas 75%. 

Deskripsi: Kontribusi laba usaha INDF berdasarkan segmen dari 2017–9M23.
Sumber: Laporan Keuangan
Deskripsi: Laba usaha INDF berdasarkan segmen dari 2017–9M23.
Sumber: Laporan Keuangan
Deskripsi: Kontribusi laba usaha INDF berdasarkan segmen (9M23).
Sumber: Laporan Keuangan

Prospek 2024: Pertumbuhan Positif Moderat, Didukung Kenaikan Daya Beli

Secara prospek kinerja, kami memprediksi pertumbuhan positif yang dicatatkan INDF pada 2023 akan berlanjut pada 2024, walaupun dengan level pertumbuhan yang jauh lebih moderat. Pada 2023, pertumbuhan laba bersih yang signifikan disebabkan oleh pembalikan dari rugi kurs yang signifikan pada 2022.

Pertumbuhan laba bersih tahun ini kami prediksikan masih akan ditopang sebagian besar oleh segmen consumer branded products (ICBP), di mana penjualan berpotensi terdongkrak oleh daya beli yang meningkat seiring pembelanjaan terkait kampanye pemilu, kenaikan alokasi anggaran perlindungan sosial, dan inflasi yang kembali ke level rendah di 2–3%.

Sementara itu, margin laba usaha INDF kami estimasikan akan stabil. Harga gandum dan nilai tukar rupiah yang lebih bersahabat akan mengkompensasi penurunan harga CPO pada 2024. 

Berdasarkan segmen, Agribisnis menjadi satu-satunya segmen yang kami prediksikan mengalami penurunan kinerja akibat ekspektasi penurunan produksi karena El-Nino dan harga CPO yang sedikit lebih rendah pada 2024.

Sebagai perbandingan, estimasi laba bersih INDF pada 2024 dari kami lebih rendah -3,8% dibandingkan estimasi konsensus per 12 Februari 2024, atau lebih konservatif. Berikut estimasi kami atas kinerja berdasarkan segmen beserta asumsi-asumsi utamanya:

Deskripsi: Estimasi kinerja segmen dan keseluruhan INDF beserta asumsi-asumsi utama.
Sumber: Laporan Keuangan, Stockbit analysis
Deskripsi: Harga gandum pada Januari 2021–Januari 2024.
Sumber: Bloomberg
Deskripsi: Harga CPO pada Januari 2021–Januari 2024.
Sumber: Bloomberg

Valuation: All-Time Low, Too Cheap To Ignore

Walaupun kontribusi ICBP mendominasi kinerja keseluruhan INDF, terdapat gap valuasi yang besar di antara keduanya. Per 15 Februari 2024, INDF diperdagangkan dengan valuasi 5,5x 1-Year Forward P/E, sementara ICBP diperdagangkan dengan valuasi 13,8x 1-Year Forward P/E. Ini berarti diskon valuasi INDF terhadap ICBP mencapai 60%, level tertinggi sejak 2018 dan jauh di atas rata-rata diskonnya di level 48%.

Menurut kami, terdapat beberapa alasan yang dapat menjelaskan peningkatan diskon valuasi INDF terhadap ICBP sejak 2H22:

  • Dengan segmen consumer branded products yang semakin mendominasi kinerja keseluruhan INDF, terdapat persepsi bahwa investor dapat langsung membeli saham ICBP untuk berinvestasi pada bisnis konsumer Indofood ketimbang membeli saham INDF. Namun, seperti yang kami jelaskan di atas, dengan kontribusi ICBP yang meningkat terhadap kinerja INDF, secara teoritis INDF semakin menjadi proxy dari ICBP, sehingga diskon valuasi yang melebar menjadi sebuah mismatch, menurut kami.

  • Adanya faktor ESG pada saham INDF karena segmen Agribisnis. Sebagai pengingat, beberapa sektor dianggap tidak memenuhi kriteria ESG seperti batu bara, CPO, dan rokok. Namun, kami menilai bahwa isu mengenai ESG sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu, sehingga kurang menjelaskan dinamika meningkatnya diskon valuasi dalam 1,5 tahun terakhir.

  • Sentimen negatif dari sektor komoditas akibat tren harga komoditas yang cenderung lemah. Namun, dengan semakin kecilnya kontribusi segmen Agribisnis terhadap kinerja INDF, kami menilai bahwa faktor ini menjadi semakin berkurang relevansinya.

  • Sentimen investor yang masih lemah terhadap sektor konsumer akibat daya beli yang belum begitu baik. Pada kondisi ini, likuiditas dana investor yang terbatas berpotensi terkonsentrasi pada beberapa perusahaan konsumer saja.

  • Keluarnya investor ‘asuransi lokal’ dan ‘reksa dana asing’ sejak awal 2023. Namun, sejak awal 2024, investor ‘reksa dana asing’ terlihat telah mulai kembali mengakumulasi saham INDF (lihat grafik ‘Tren Kepemilikan saham INDF’ di bawah).

Sementara itu, dari valuasi P/BV, INDF kini diperdagangkan pada 0,80x per 15 Februari 2024, di bawah nilai buku.

Kami menilai bahwa baik secara nominal maupun relatif (terhadap ICBP), valuasi INDF saat ini telah mencapai level yang murah, bahkan terendah sepanjang masa (all-time low). Padahal, kinerja laba bersih INDF pada 2023 mencapai level tertinggi sepanjang masa (all-time high), berdasarkan estimasi kami. Oleh karena itu, kami menilai risiko downside lanjutan tampak terbatas.

Jika diskon INDF terhadap ICBP mengecil, hal ini akan memberikan upside yang menarik bagi investor. Sebagai ilustrasi, jika diskon P/E menurun dari 60% menjadi 50%, ceteris paribus, maka upside bagi harga saham INDF mencapai +25%.

Deskripsi: Valuasi ICBP dan INDF 1-Year Forward P/E serta besaran diskon valuasi INDF terhadap ICBP.
Sumber: Bloomberg, Stockbit analysis
Deskripsi: Tren kepemilikan saham investor lokal dan asing di INDF.
Sumber: Stockbit
Deskripsi: 1-Year Forward P/BV saham INDF 5 tahun terakhir.
Sumber: Bloomberg

Dividen Minimum ~5% per Tahun dengan Peluang Terbuka hingga ~6%

Bahkan jika saham INDF tidak menyusul kenaikan saham INDF, kami menilai INDF masih menawarkan peluang dividen yang cukup menarik. Dengan estimasi laba bersih dan payout ratio yang konservatif, estimasi dividend yield INDF dari tahun buku 2023 dan 2024 masing-masing mencapai 5% dan 5,3% berdasarkan harga saham saat ini di level Rp6.300/lembar.

Seperti yang dapat dilihat melalui tabel di bawah, INDF rutin membayar dividen dengan payout ratio minimal 30% sejak 2017. Perhitungan estimasi dividend yield kami di atas menggunakan asumsi payout ratio sebesar 30%, sehingga kami menilai angka tersebut sebagai asumsi yang konservatif. Dalam kasus yang lebih bullish, jika payout ratio naik dari 30% ke 35%, maka dividend yield dari tahun buku 2023 dan 2024 dapat meningkat menjadi 5,9% dan 6,1%.   

INDF sempat menurunkan payout ratio ke level 30,6% pada 2019, di mana kami meyakini bahwa langkah tersebut disebabkan oleh kebutuhan dana untuk mengakuisisi Pinehill. Sementara itu, dari aspek nominal dividen, besaran dividen per saham INDF pada tahun buku 2022 turun seiring penurunan kinerja laba bersih akibat kerugian kurs.

Dengan tren kinerja yang kembali tumbuh positif, outlook nilai tukar yang stabil dan asumsi tidak adanya kebutuhan kas yang sangat besar untuk keperluan akuisisi atau investasi yang mayor, kami meyakini estimasi dividen kami di atas dapat tercapai.

Deskripsi: Laba bersih INDF dan pembayaran dividen.
Sumber: Laporan Keuangan, Stockbit analysis

Risiko

Risiko utama yang kami lihat adalah 1) kembali naiknya harga gandum; 2) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS; 3) anjloknya harga CPO; dan 4) tidak berhasilnya saham INDF untuk menyusul kenaikan ICBP (diskon valuasi INDF terhadap ICBP yang tetap tinggi atau bahkan terus meningkat)

Kembali naiknya harga gandum atau turunnya harga CPO akan menekan profitabilitas perusahaan. Sementara itu, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan kembali menimbulkan rugi kurs seperti yang terjadi pada 2022. 

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa INDF akan berhasil menyusul kenaikan ICBP. Sebaliknya, diskon valuasi INDF terhadap ICBP dapat bertahan di level yang tinggi saat ini, atau bahkan semakin meningkat.


________________
Penulis: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2024 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

Informasi ini dimiliki oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”), Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🛒 Analisis Sektor Consumer Goods (FMCG): ICBP, INDF, MYOR, UNVR, KLBF, SIDO by Stockbit Snips

👋 Stockbitor!

Fast-moving consumer goods (FMCG) atau lebih dikenal sebagai consumer goods adalah produk yang dikonsumsi oleh konsumen dalam keseharian. Sesuai namanya (fast-moving), produk ini pada umumnya memiliki masa simpan yang pendek (short shelf life), dibeli konsumen secara berulang dalam jumlah yang banyak, dan dikonsumsi secara cepat. 

Contoh produk FMCG di antaranya makanan dan minuman, sembako, produk kebersihan dan perawatan tubuh (home and personal care), obat bebas (OTC), hingga rokok.

Karena termasuk kebutuhan pokok, karakteristik lain dari produk FMCG yakni non-cyclical alias konsumsinya relatif tidak terpengaruh siklus ekonomi. Ketika ekonomi sedang ekspansi maupun resesi, orang akan tetap mengonsumsi produk-produk di atas, bukan?

Satu hal yang sangat melekat dengan produk FMCG adalah brand. Di satu rak supermarket untuk kategori sabun mandi, misalnya, terdapat berbagai brand yang berasal dari banyak perusahaan. Bahkan, satu perusahaan dapat mengembangkan beberapa brand dalam kategori produk yang sama untuk menyasar segmen konsumen yang berbeda. 

Kembali ke contoh sabun mandi, Unilever (UNVR) memiliki brand Lifebuoy dan Lux. Untuk kategori sampo, ada Clear, Clear Men (sampo khusus pria), dan Sunsilk (sampo khusus wanita).

Selain terkait segmentasi pasar, mengapa brand menjadi sangat penting bagi perusahaan FMCG atau consumer goods? Hal ini disebabkan produk FMCG sangat beragam dan merupakan substitusi satu sama lain sehingga perusahaan perlu membangun brand equity yang membedakannya dari kompetitor. Dengan memiliki brand equity yang kuat, perusahaan juga dapat memiliki pricing power yang lebih besar dalam penentuan harga jual produk.

Salah satu cara untuk membangun brand equity adalah melalui iklan dan promosi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika produk FMCG mendominasi iklan di TV. Perusahaan FMCG mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk beban iklan dan promosi, yang besarannya rata-rata mencapai 7,6% dari pendapatan.

Saham Perusahaan FMCG Terbesar di Indonesia

Sebagian besar dari kita pasti sudah familiar dengan produk FMCG atau consumer goods. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, setiap hari kita mengonsumsi produk tersebut. Namun, mungkin belum banyak yang tahu bahwa selain hanya menjadi konsumen produknya, kita juga bisa menjadi pemilik perusahaannya dengan membeli sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Per April 2022, terdapat sekitar 90 perusahaan FMCG yang tercatat di BEI. Sektor FMCG sendiri berkontribusi terhadap 10% dari total market cap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berikut ini ringkasan mengenai 4 perusahaan FMCG terbesar di Indonesia.

1. Indofood (ICBP dan INDF)

Indofood adalah bagian dari Salim Group, dengan pemegang saham pengendali Anthoni Salim, orang terkaya ke-3 di Indonesia versi Forbes 2021. Indofood (INDF) bergerak di bisnis yang terintegrasi secara vertikal mulai dari kelapa sawit (melalui SIMP dan LSIP), tepung Bogasari, dan produk konsumen melalui Indofood CBP (ICBP). 

Beberapa brand unggulan Indofood di antaranya Indomie, Indomilk, Chitato, Bumbu Racik, Promina, Bogasari, La Fonte, Bimoli, dan Palmia.

Indofood CBP mengakuisisi Pinehill Company Limited (PCL) senilai hampir 3 miliar dolar AS pada 2020. PCL sendiri menjual produk Indomie untuk pasar Afrika dan Eropa. Akuisisi tersebut tampak membuahkan hasil karena adanya konsolidasi kinerja PCL ke dalam laporan keuangan Indofood CBP. Tercatat penjualan ICBP tumbuh +21,8% YoY pada 2021, lebih tinggi dari +10,3% YoY pada 2020.

2. Mayora (MYOR)

Mayora Indah dikenal melalui brand Kopiko, Roma, Danisa, Choki Choki, Better, Torabika, Astor, Beng-Beng, Energen, hingga Le Mineral. Pemegang saham pengendalinya yakni Jogi Hendra Atmadja, orang terkaya ke-9 di Indonesia menurut Forbes 2021.

Mayora juga termasuk perusahaan FMCG Indonesia dengan penjualan ekspor terbesar, yakni mencapai 43% dari total penjualan 2021. Produk perseroan juga telah hadir di lebih dari 100 negara. Perseroan membukukan penjualan Rp27,9 T per 2021, tumbuh +14% YoY.

3. Unilever (UNVR)

Berikutnya contoh emiten consumer goods adalah Unilever Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan FMCG paling awal di Indonesia yang berdiri sejak 1933. Unilever menjadi perusahaan FMCG dengan market cap terbesar di BEI, yakni Rp148 T per April 2022. Produk perseroan juga sangat dikenal luas, misalnya Lifebuoy, Sunlight, dan Royco, yang mana ketiganya memiliki brand penetration masing-masing 91,6%, 88,4%, dan 81,4%, menurut Kantar Indonesia 2021.

Perseroan memiliki dua segmen usaha, yakni home and personal care yang berkontribusi terhadap 67% penjualan dan segmen foods and refreshment dengan kontribusi 33%. Per 2021, perseroan membukukan penjualan Rp39,5 T (-8% YoY).

4. Kalbe Farma (KLBF)

Kalbe merupakan perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara (berdasarkan market cap) yang sahamnya sudah tercatat di BEI. Salah satu pendirinya yaitu Boenjamin Setiawan, orang terkaya ke-8 di Indonesia menurut Forbes 2021. 

Beberapa brand unggulan milik Kalbe dalam segmen consumer health di antaranya Promag, Komix, Woods, Mixagrip, Procold, Neo Entrostop, dan Extra Joss.

Perseroan juga memiliki divisi nutritionals dengan produk utama susu bubuk untuk berbagai segmen usia. Beberapa brand unggulannya adalah Prenagen, Milna, Entrasol, dan Diabetasol. Kalbe juga memiliki anak usaha di bidang distribusi dan logistik, yaitu Enseval Putera Megatrading (EPMT). Perseroan membukukan penjualan Rp26,3 T per 2021, tumbuh +13,6% YoY.

5. Sido Muncul (SIDO)

Sido Muncul adalah perusahaan terbesar di bidang jamu dan obat herbal di Indonesia. Berawal dari Jamu Tolak Angin yang diformulasikan pada 1940, kini brand Tolak Angin menjadi ikon dari Sido Muncul dan menjadi market leader di segmen jamu herbal untuk mengatasi masuk angin. Selain Tolak Angin, beberapa brand unggulan Sido Muncul di antaranya Tolak Linu, Kuku Bima Ener-G, Susu Jahe, Esemag, dan Kunyit Asam.

Selain menjadi market leader industri jamu di Indonesia, perseroan juga mulai memperluas pasar ekspor. Pada 2018, Sido Muncul mendirikan anak usaha di Nigeria yang akan menjadi basis penetrasi ke pasar di Afrika Barat (ECOWAS). Per 2021, Sido Muncul membukukan penjualan Rp4 T (+20,6% YoY).


Pembahasan selengkapnya tentang analisis saham consumer goods (FMCG) bisa diakses di Unboxing Sektor Consumer di Stockbit Academy ya. Beberapa topik yang diulas mencakup pengaruh tren makro (peningkatan mobilitas, pemulihan daya beli, hingga kenaikan harga komoditas) terhadap kinerja emiten, serta tren kinerja emiten dalam 3 tahun terakhir.

Potensi dan Risiko Saham Consumer Goods

Biasanya, saham consumer goods (FMCG) sering menjadi favorit para investor di bursa, selain saham perbankan dan pertambangan. Beberapa faktor yang menjadi alasannya, yaitu:

  • Populasi dan konsumsi

Pertumbuhan penduduk, kenaikan tingkat pendapatan, hingga urbanisasi dapat mendorong konsumsi rumah tangga yang menjadi driver kinerja emiten FMCG.

  • Kinerja relatif stabil

Penjualan produk FMCG relatif tidak terpengaruh siklus ekonomi (non-cyclical), menjadikan saham consumer sebagai saham defensif bagi investor saat terjadi krisis.

  • Rutin membagikan dividen

Karena tidak bersifat capital intensive, emiten FMCG dapat membagikan laba bersih sebagai dividen secara rutin dengan payout ratio yang tinggi.

Di sisi lain, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mengganggu kinerja perusahaan FMCG atau consumer goods, misalnya:

  • Penurunan daya beli masyarakat

Saat ekonomi lesu, konsumen dapat beralih membeli produk dengan harga yang lebih terjangkau (disebut downtrading), sehingga brand equity menjadi kurang relevan.

  • Kenaikan harga komoditas

Dapat menyebabkan penurunan margin laba, terutama jika kenaikan biaya tidak dapat diteruskan ke konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual produk. Sebagai gambaran, beban bahan baku berkontribusi sekitar 70-80% dari total beban pokok penjualan (COGS) emiten consumer goods.

  • Persaingan dan perubahan selera konsumen

Risiko terakhir dari consumer goods berkaitan dengan ketatnya persaingan sebagai akibat dari pilihan produk yang sangat beragam. Perusahaan perlu terus berinovasi guna mengikuti perubahan selera konsumen.

Disclaimer: Konten dibuat untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli atau menjual saham tertentu. Always do your own research.

Supaya lebih lengkap, kamu juga bisa belajar di Module Sektor Consumer Staples 101 tentang hal-hal penting yang sering kamu pertanyakan saat analisis perusahaan  consumer seperti:

  • Bagaimana model bisnis perusahaan consumer staples?

  • Apa saja karakter unik perusahaan-perusahaan consumer staples?

  • Kenapa satu consumer staples sering memproduksi lebih dari satu brand untuk sebuah produk?

  • Apa saja metrik penting dalam sektor consumer staples?

  • Bagaimana cara menghitung valuasi emiten consumer staples dan apa saja faktor-faktor pertumbuhannya?

Photo by: Stockbit


Copyright 2021 Stockbit, all rights reserved. Anda menerima email ini karena terdaftar sebagai akun aktif di Stockbit atau telah daftar melalui website Stockbit / Stockbit Snips.


Disclaimer: 

Email ini dikirim oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”), Perusahaan efek yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Informasi di dalam email ini bersifat rahasia dan hanya ditujukan bagi Nasabah yang menggunakan Stockbit dan menerima email ini. Dilarang memperbanyak, menyebarkan, dan menyalin informasi rahasia ini kepada pihak lain tanpa persetujuan Stockbit. 

Semua konten dalam email ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/ menjual saham tertentu. Always do your own research

Selanjutnya, Semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.