ICBP

🍜 INDF: Laggard Play with Limited Downside (All-Time Low Valuation) by Edi Chandren

Penulis: Edi Chandren | Editor: Aulia Rahman Nugraha, Rahmanto Tyas Raharja, Vivi Handoyo Lie

Published date: 16/2/2024

  • Dengan korelasi kinerja dan harga saham ICBP dan INDF yang tinggi, INDF berpotensi menyusul kenaikan ICBP belakangan ini (laggard).

  • Risiko downside tampak terbatas dengan valuasi terendah sepanjang masa, sementara laba bersih capai level tertinggi sepanjang masa.

  • INDF juga menawarkan  dividen yield yang cukup menarik sebesar 5–6%.

Deskripsi: Pergerakan harga saham INDF (biru) dan ICBP (hijau) dalam 5 tahun terakhir.
Sumber: Charbit Stockbit

Executive Summary

Dengan kontribusi laba Indofood Sukses Makmur ($INDF) yang didominasi (~80%) dari Indofood CBP Sukses Makmur ($ICBP), INDF secara fundamental semakin menjadi proxy dari saham ICBP. Apalagi, tren kontribusi ini juga cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Namun, kami melihat terdapat anomali saat ini. Ketika harga saham ICBP telah pulih dan naik sekitar +16% dari titik terendahnya pada 1 November 2023 hingga penutupan 15 Feb 2024, pergerakan harga saham INDF justru masih cenderung flat. Dari aspek valuasi, INDF kini diperdagangkan pada 5,5x 1-Year Forward P/E, sementara ICBP pada 13,8x. Diskon P/E INDF terhadap ICBP mencapai 60%, level tertinggi sejak 2018.

Kami menilai, anomali valuasi dan pergerakan harga saham di atas membuka peluang bagi investor untuk mengakumulasi INDF. Dengan korelasi kinerja dan harga saham yang tinggi secara historis, kami menilai INDF berpotensi menyusul pergerakan saham ICBP (laggard).

Secara valuasi, kami menilai, baik secara nominal (5,5x P/E dan 0,80x P/BV) maupun relatif (60% diskon terhadap ICBP), valuasi INDF saat ini telah mencapai mencapai level yang murah, bahkan terendah sepanjang masa (all-time low). Padahal, kinerja laba bersih INDF  per 2023 mencapai level tertinggi sepanjang masa (all-time high), berdasarkan estimasi kami. Oleh karena itu, kami menilai risiko downside lanjutan tampak terbatas, sekaligus memberikan peluang upside yang menarik jika level diskon mengecil.

INDF juga menawarkan dividen yang cukup menarik, dengan yield sebesar 5–6% per tahun dari tahun buku 2023 dan 2024, berdasarkan estimasi konservatif kami. Dari aspek prospek kinerja, kami memprediksi pertumbuhan laba bersih 2024 sebesar +5%, didorong masih akan solidnya kinerja ICBP seiring peningkatan daya beli pada tahun politik serta prediksi biaya bahan baku (gandum) dan nilai tukar rupiah yang stabil.

Risiko utama yang kami lihat adalah 1) kembali naiknya harga gandum; 2) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS; 3) anjloknya harga CPO, dan 4) tidak berhasilnya saham INDF untuk menyusul kenaikan ICBP (diskon valuasi INDF terhadap ICBP yang tetap tinggi atau bahkan terus meningkat).


INDF: Semakin Menjadi Proxy ICBP


Secara fundamental, INDF semakin menjadi proxy dari anak usaha utamanya, ICBP. Hal ini karena kontribusi ICBP yang semakin dominan pada kinerja keseluruhan INDF. Sebagai ilustrasi, pada 2017, kontribusi ICBP hanya mencapai ~64% dari total laba usaha INDF. Per 9M23, kontribusi ini telah naik menjadi ~78%, yang mana kami prediksi akan semakin meningkat menjadi ~79% pada 2024. 

Secara tren, kontribusi ICBP pada keseluruhan laba INDF cenderung meningkat sejak 2017. Penurunan kontribusi ICBP pada 2021–2022 lebih disebabkan oleh performa segmen Agribisnis yang sangat baik akibat tingginya harga CPO, dan bukan karena menurunnya kinerja ICBP. Ketika harga CPO kembali ke level yang lebih normal pada 2023, kontribusi ICBP terhadap INDF pun kembali ke atas 75%. 

Deskripsi: Kontribusi laba usaha INDF berdasarkan segmen dari 2017–9M23.
Sumber: Laporan Keuangan
Deskripsi: Laba usaha INDF berdasarkan segmen dari 2017–9M23.
Sumber: Laporan Keuangan
Deskripsi: Kontribusi laba usaha INDF berdasarkan segmen (9M23).
Sumber: Laporan Keuangan

Prospek 2024: Pertumbuhan Positif Moderat, Didukung Kenaikan Daya Beli

Secara prospek kinerja, kami memprediksi pertumbuhan positif yang dicatatkan INDF pada 2023 akan berlanjut pada 2024, walaupun dengan level pertumbuhan yang jauh lebih moderat. Pada 2023, pertumbuhan laba bersih yang signifikan disebabkan oleh pembalikan dari rugi kurs yang signifikan pada 2022.

Pertumbuhan laba bersih tahun ini kami prediksikan masih akan ditopang sebagian besar oleh segmen consumer branded products (ICBP), di mana penjualan berpotensi terdongkrak oleh daya beli yang meningkat seiring pembelanjaan terkait kampanye pemilu, kenaikan alokasi anggaran perlindungan sosial, dan inflasi yang kembali ke level rendah di 2–3%.

Sementara itu, margin laba usaha INDF kami estimasikan akan stabil. Harga gandum dan nilai tukar rupiah yang lebih bersahabat akan mengkompensasi penurunan harga CPO pada 2024. 

Berdasarkan segmen, Agribisnis menjadi satu-satunya segmen yang kami prediksikan mengalami penurunan kinerja akibat ekspektasi penurunan produksi karena El-Nino dan harga CPO yang sedikit lebih rendah pada 2024.

Sebagai perbandingan, estimasi laba bersih INDF pada 2024 dari kami lebih rendah -3,8% dibandingkan estimasi konsensus per 12 Februari 2024, atau lebih konservatif. Berikut estimasi kami atas kinerja berdasarkan segmen beserta asumsi-asumsi utamanya:

Deskripsi: Estimasi kinerja segmen dan keseluruhan INDF beserta asumsi-asumsi utama.
Sumber: Laporan Keuangan, Stockbit analysis
Deskripsi: Harga gandum pada Januari 2021–Januari 2024.
Sumber: Bloomberg
Deskripsi: Harga CPO pada Januari 2021–Januari 2024.
Sumber: Bloomberg

Valuation: All-Time Low, Too Cheap To Ignore

Walaupun kontribusi ICBP mendominasi kinerja keseluruhan INDF, terdapat gap valuasi yang besar di antara keduanya. Per 15 Februari 2024, INDF diperdagangkan dengan valuasi 5,5x 1-Year Forward P/E, sementara ICBP diperdagangkan dengan valuasi 13,8x 1-Year Forward P/E. Ini berarti diskon valuasi INDF terhadap ICBP mencapai 60%, level tertinggi sejak 2018 dan jauh di atas rata-rata diskonnya di level 48%.

Menurut kami, terdapat beberapa alasan yang dapat menjelaskan peningkatan diskon valuasi INDF terhadap ICBP sejak 2H22:

  • Dengan segmen consumer branded products yang semakin mendominasi kinerja keseluruhan INDF, terdapat persepsi bahwa investor dapat langsung membeli saham ICBP untuk berinvestasi pada bisnis konsumer Indofood ketimbang membeli saham INDF. Namun, seperti yang kami jelaskan di atas, dengan kontribusi ICBP yang meningkat terhadap kinerja INDF, secara teoritis INDF semakin menjadi proxy dari ICBP, sehingga diskon valuasi yang melebar menjadi sebuah mismatch, menurut kami.

  • Adanya faktor ESG pada saham INDF karena segmen Agribisnis. Sebagai pengingat, beberapa sektor dianggap tidak memenuhi kriteria ESG seperti batu bara, CPO, dan rokok. Namun, kami menilai bahwa isu mengenai ESG sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu, sehingga kurang menjelaskan dinamika meningkatnya diskon valuasi dalam 1,5 tahun terakhir.

  • Sentimen negatif dari sektor komoditas akibat tren harga komoditas yang cenderung lemah. Namun, dengan semakin kecilnya kontribusi segmen Agribisnis terhadap kinerja INDF, kami menilai bahwa faktor ini menjadi semakin berkurang relevansinya.

  • Sentimen investor yang masih lemah terhadap sektor konsumer akibat daya beli yang belum begitu baik. Pada kondisi ini, likuiditas dana investor yang terbatas berpotensi terkonsentrasi pada beberapa perusahaan konsumer saja.

  • Keluarnya investor ‘asuransi lokal’ dan ‘reksa dana asing’ sejak awal 2023. Namun, sejak awal 2024, investor ‘reksa dana asing’ terlihat telah mulai kembali mengakumulasi saham INDF (lihat grafik ‘Tren Kepemilikan saham INDF’ di bawah).

Sementara itu, dari valuasi P/BV, INDF kini diperdagangkan pada 0,80x per 15 Februari 2024, di bawah nilai buku.

Kami menilai bahwa baik secara nominal maupun relatif (terhadap ICBP), valuasi INDF saat ini telah mencapai level yang murah, bahkan terendah sepanjang masa (all-time low). Padahal, kinerja laba bersih INDF pada 2023 mencapai level tertinggi sepanjang masa (all-time high), berdasarkan estimasi kami. Oleh karena itu, kami menilai risiko downside lanjutan tampak terbatas.

Jika diskon INDF terhadap ICBP mengecil, hal ini akan memberikan upside yang menarik bagi investor. Sebagai ilustrasi, jika diskon P/E menurun dari 60% menjadi 50%, ceteris paribus, maka upside bagi harga saham INDF mencapai +25%.

Deskripsi: Valuasi ICBP dan INDF 1-Year Forward P/E serta besaran diskon valuasi INDF terhadap ICBP.
Sumber: Bloomberg, Stockbit analysis
Deskripsi: Tren kepemilikan saham investor lokal dan asing di INDF.
Sumber: Stockbit
Deskripsi: 1-Year Forward P/BV saham INDF 5 tahun terakhir.
Sumber: Bloomberg

Dividen Minimum ~5% per Tahun dengan Peluang Terbuka hingga ~6%

Bahkan jika saham INDF tidak menyusul kenaikan saham INDF, kami menilai INDF masih menawarkan peluang dividen yang cukup menarik. Dengan estimasi laba bersih dan payout ratio yang konservatif, estimasi dividend yield INDF dari tahun buku 2023 dan 2024 masing-masing mencapai 5% dan 5,3% berdasarkan harga saham saat ini di level Rp6.300/lembar.

Seperti yang dapat dilihat melalui tabel di bawah, INDF rutin membayar dividen dengan payout ratio minimal 30% sejak 2017. Perhitungan estimasi dividend yield kami di atas menggunakan asumsi payout ratio sebesar 30%, sehingga kami menilai angka tersebut sebagai asumsi yang konservatif. Dalam kasus yang lebih bullish, jika payout ratio naik dari 30% ke 35%, maka dividend yield dari tahun buku 2023 dan 2024 dapat meningkat menjadi 5,9% dan 6,1%.   

INDF sempat menurunkan payout ratio ke level 30,6% pada 2019, di mana kami meyakini bahwa langkah tersebut disebabkan oleh kebutuhan dana untuk mengakuisisi Pinehill. Sementara itu, dari aspek nominal dividen, besaran dividen per saham INDF pada tahun buku 2022 turun seiring penurunan kinerja laba bersih akibat kerugian kurs.

Dengan tren kinerja yang kembali tumbuh positif, outlook nilai tukar yang stabil dan asumsi tidak adanya kebutuhan kas yang sangat besar untuk keperluan akuisisi atau investasi yang mayor, kami meyakini estimasi dividen kami di atas dapat tercapai.

Deskripsi: Laba bersih INDF dan pembayaran dividen.
Sumber: Laporan Keuangan, Stockbit analysis

Risiko

Risiko utama yang kami lihat adalah 1) kembali naiknya harga gandum; 2) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS; 3) anjloknya harga CPO; dan 4) tidak berhasilnya saham INDF untuk menyusul kenaikan ICBP (diskon valuasi INDF terhadap ICBP yang tetap tinggi atau bahkan terus meningkat)

Kembali naiknya harga gandum atau turunnya harga CPO akan menekan profitabilitas perusahaan. Sementara itu, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan kembali menimbulkan rugi kurs seperti yang terjadi pada 2022. 

Selain itu, tidak ada jaminan bahwa INDF akan berhasil menyusul kenaikan ICBP. Sebaliknya, diskon valuasi INDF terhadap ICBP dapat bertahan di level yang tinggi saat ini, atau bahkan semakin meningkat.


________________
Penulis: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2024 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

Informasi ini dimiliki oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”), Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🔄 Sektor Energi Turun, IHSG Alami Rotasi Sektoral? by Edi Chandren

Bagi investor dan trader yang sudah lama berkecimpung di pasar modal, fenomena rotasi sektoral (sectoral rotation) bukanlah suatu hal yang asing. Fenomena ini terjadi ketika dana berpindah (fund flow) dari suatu sektor ke sektor lainnya di dalam suatu market. 

Rotasi sektoral biasanya disebabkan oleh perubahan sentimen – baik itu optimisme ataupun pesimisme – dari para investor terhadap outlook suatu sektor di masa depan, biasanya dalam 6–12 bulan ke depan. Jika outlook suatu sektor dinilai kurang menjanjikan ke depannya, ia akan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan sektor lain yang dirasa memiliki outlook yang lebih baik. 

Salah satu contoh fenomena rotasi sektoral yang cukup familiar bagi para investor adalah rotasi dari sektor growth ke sektor yang lebih defensive ketika kondisi market sedang tidak kondusif. Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi, meningkatnya tensi geopolitik, atau goncangan pada pasar akibat kasus suatu perusahaan besar. Pada periode-periode menantang seperti itu, investor akan menghindari sektor-sektor yang dianggap memiliki risiko tinggi dan ‘memarkir’ dana mereka ke sektor yang lebih ‘aman’ dan stabil, seiring pergeseran prioritas dari capital gain menjadi capital protection.


Rotasi Sektoral: dari Energi ke Konsumer

Saat ini, kami melihat sedang terjadi sector rotation di IHSG, di mana investor dan trader mulai beralih dari sektor komoditas energi ke sektor konsumer dan properti. Peralihan ini terjadi karena alasan fundamental dan non-fundamental, atau kombinasi keduanya. 

Perpindahan sektoral tersebut tercermin dari tren kontras pergerakan sektor-sektor ini dari sekitar satu bulan yang lalu. Secara spesifik, pada 18 April–19 Mei 2023, sektor komoditas energi yang diwakili oleh indeks IDXENERGY mencatatkan penurunan harga sebesar -12,4%, sementara sektor konsumer yang diwakili oleh indeks IDXNONCYC dan IDXCYCLIC masing-masing naik +4,2% dan +4,7%. Pada periode yang sama, sektor properti – yang diwakili oleh indeks IDXPROP – juga mencatatkan kenaikan sebesar +5,8%. Ketiga indeks ini (IDXNONCYC, IDXCYLIC, IDXPROP) merupakan 3 indeks dengan kenaikan tertinggi selama 18 April–19 Mei 2023.

Pergerakan harga yang berlawanan ini bisa dikatakan yang pertama kali terjadi sejak awal 2023, di mana korelasi antara sektor-sektor ini dan juga IHSG secara keseluruhan cukup positif.

Pic: Grafik kinerja indeks sektor energi, konsumer, properti dan IHSG satu tahun terakhir.
Sumber: Stockbit

Secara singkat, sektor komoditas energi dianggap memiliki outlook yang kurang baik, dipengaruhi oleh tren penurunan harga komoditas energi, yang berimbas pada penurunan harga saham di dalam sektor tersebut. Apalagi, komoditas energi adalah sektor yang mencatatkan kinerja harga yang tertinggi pada tahun lalu, sehingga menciptakan tekanan jual (selling pressure) tambahan di market. 

Sebaliknya, sektor konsumer justru diuntungkan dengan pelemahan harga komoditas, seiring dengan menurunnya inflasi dan meningkatnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, sektor konsumer dianggap memiliki outlook yang lebih baik kedepannya setelah 6–12 bulan ke belakang yang menantang, sehingga bisa memberikan kesempatan return yang baik. Mari kita bahas satu per satu.


Sektor Energi Mulai Padam

Secara fundamental, profitabilitas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam sektor komoditas energi masih dalam kondisi yang solid, tercermin dari pencapaian pada 1Q23 yang baik. Namun, perlu diingat bahwa pergerakan saham-saham komoditas lebih dipengaruhi oleh tren pergerakan harga komoditas itu sendiri (underlying), sehingga ketika harga acuan komoditas mulai menunjukkan pelemahan, harga saham-saham perusahaan di sektor tersebut terimbas secara negatif. 

Sejak 2Q22, harga komoditas energi global mulai menunjukkan penurunan. Harga minyak telah turun -40% dari level tertingginya di 120 dolar AS per barel pada Juni 2022 menjadi 72 dolar AS per barel per 20 Mei 2023. Sementara itu, harga batu bara juga telah turun -63% dari level tertingginya di 440 dolar AS per ton pada September 2022 ke level 162 dolar AS per ton per 20 Mei 2023. 

Penurunan harga yang cukup signifikan pada 2 komoditas tersebut salah satunya disebabkan oleh pesimisme permintaan dari China – importir minyak dan batu bara terbesar di dunia – akibat lambatnya pemulihan di negara tersebut pasca-pelonggaran pembatasan mobilitas. Penurunan harga minyak dan batu bara berpotensi akan tercermin pada kinerja emiten-emiten di 2 sektor ini pada kuartal mendatang. Ke depannya, tren penurunan harga komoditas ini bisa saja berbalik arah apabila terdapat perbaikan yang signifikan dari sisi permintaan atau pengurangan dari sisi supply

Pic: Grafik pergerakan harga minyak dunia (WTI).
Sumber: TradingView
Pic: Grafik pergerakan harga acuan batu bara Newcastle Coal Futures.
Sumber: Stockbit

Selain harga komoditas yang melemah, perlu diingat juga bahwa sektor komoditas energi adalah sektor yang memiliki kinerja kenaikan harga yang tertinggi alias paling menguntungkan untuk investor pada tahun lalu. Selama 2022, indeks IDXENERGY mencatatkan kenaikan harga sebanyak +100%, jauh di atas IHSG dan sektor-sektor lainnya. 

Kenaikan yang signifikan tersebut berpotensi meningkatkan tekanan jual (supply) bagi saham-saham di sektor ini, karena investor dan trader yang ingin merealisasikan keuntungannya khawatir bahwa keuntungan tersebut dapat berubah menjadi kerugian apabila harga saham terus menurun. Sementara itu, tren pelemahan harga komoditas akan membatasi permintaan baru (new demand) terhadap saham-saham di sektor ini. 

Pic: Grafik kinerja harga sektoral selama 2022.
Sumber: IDX

Kebangkitan Sektor Konsumer

Setahun terakhir merupakan periode yang menantang bagi sektor konsumer. Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 225 bps sejak Agustus 2022 untuk meredakan inflasi yang tinggi. Meski inflasi mulai melandai, namun efek inflasi yang tinggi sebelumnya secara umum tetap memberikan tekanan pada daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

Di sisi lain, outlook sektor konsumer tampak lebih cerah dalam 6–12 bulan ke depan. Selain harga bahan baku yang sudah lebih bersahabat, pembelanjaan konsumsi berpotensi mengalami peningkatan

Optimisme tersebut tercermin dari asumsi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh berbagai lembaga. Dalam KEM PPKF Rancangan APBN 2024, pemerintah memproyeksikan ekonomi akan tumbuh lebih kencang dari level 5,3% pada 2023 ke level 5,3–5,7% pada 2024. Proyeksi ini sejalan dengan prediksi Bank Indonesia, ADB dan OECD. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ini akan didorong oleh konsumsi pribadi (private consumption) yang diprediksi tumbuh sebesar 4,4% pada 2023 dan 5,3% pada 2024, menurut OECD.

Optimisme juga terlihat dari indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada April 2023, IKK tercatat mengalami peningkatan menjadi 126,1 (vs. Maret 2023: 123,3). Realisasi ini lebih besar dari ekspektasi konsensus yang memperkirakan di level 123, sekaligus menandai level IKK tertinggi sejak Juni 2022. Keyakinan konsumen pada April 2023 didukung oleh meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE).

Pic: Ekspektasi pertumbuhan GDP Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

Secara umum, peningkatan pembelanjaan konsumsi akan dilandasi oleh beberapa hal:

  1. Tren inflasi yang menurun

  2. Penyelenggaraan pemilu serentak 2024

  3. Kelanjutan pemulihan pada sektor pariwisata

  4. Kebijakan fiskal yang lebih populis

Peningkatan pembelanjaan konsumsi tampaknya akan lebih terkonsentrasi pada 2H23 dan 1H24, atau di antara periode dimulainya kampanye politik hingga masa tenang sebelum pemilihan.

  • Inflasi yang lebih rendah

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 225 bps yang dilakukan oleh Bank Indonesia sejak Agustus 2022 sudah mulai membuahkan hasil. Inflasi tercatat mulai melandai, turun dari level 5,95% YoY pada September 2022 ke level 4,33% YoY pada April 2023.

Secara tahunan, Bank Indonesia memprediksi inflasi akan berada pada level 2–4% pada 2023. Ini mengindikasikan bahwa Bank Indonesia memprediksi tren penurunan inflasi akan berlanjut, bahkan hingga 2024, di mana Bank Indonesia memperkirakan inflasi secara tahunan akan berada pada level 1,5–3,5%. Lagi-lagi, prediksi ini sejalan dengan berbagai proyeksi berbagai lembaga, termasuk pemerintah. Inflasi yang lebih rendah tentunya akan memberikan dampak yang positif terhadap daya beli masyarakat.

Pic: Grafik inflasi bulanan (YoY) dari Januaril 2022–April 2023.
Sumber: BPS (diolah Kompas)
Pic: Ekspektasi inflasi di Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

  • Pemilu serentak 2024, terbesar sepanjang sejarah

Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum presiden dan legislatif pada 14 Februari 2024, yang kemudian akan disusul oleh pemilihan kepala daerah pada 27 November 2024. Pemilu kali ini berbeda dibandingkan pemilu sebelumnya, di mana pemilihan presiden, legislatif, maupun kepala daerah kali ini dilakukan secara serentak di tahun yang sama. Pada edisi sebelumnya, pemilu kepala daerah terpecah ke dalam beberapa periode (2017 dan 2020), meskipun pemilihan presiden dan legislatif masih dilakukan pada periode yang sama. 

Ini berarti pemilu tahun depan akan menjadi pemilu terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dengan diselenggarakannya pemilu serentak kali ini, skala aktivitas politik atau kampanye tentunya akan lebih besar dibandingkan edisi-edisi sebelumnya, sehingga dampak terhadap ekonomi juga berpotensi lebih besar

Pic: Tahapan pemilu legislatif dan presiden 2024.
Sumber: KPU

  • Visit Indonesia

Sejak meredanya kasus Covid-19 di tanah air dan dilonggarkannya mobilitas masyarakat, sektor pariwisata – yang merupakan sektor bisnis paling terdampak dari pandemi – mulai berangsur pulih

Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terus mencatatkan kenaikan dari bulan ke bulan terutama ketika bandara-bandara utama di Indonesia mulai dibuka kembali. Namun, jumlah wisman yang saat ini berada pada kisaran 700–800 ribu per bulan masih lebih rendah dibandingkan dengan level sebelum pandemi. Pada tahun 2019, Indonesia konsisten mencatatkan jumlah wisman di atas 1 juta per bulan. 

Pemulihan ekonomi global berpotensi memberikan dampak positif terhadap sektor pariwisata termasuk di Indonesia, sehingga tren pemulihan jumlah kunjungan wisatawan bisa berlanjut dan menyentuh level pra-pandemi. Sebagai catatan, ADB memprediksikan pertumbuhan ekonomi global akan berada pada 2,6% pada 2023 dan 2,9% pada 2024.

Pic: Grafik perkembangan bulanan jumlah wisman
Sumber: Kemenparekraf
  • Kebijakan fiskal yang cenderung lebih populis


Kami berpendapat bahwa pentingnya kestabilan politik akan menjadi fokus lebih tinggi bagi pemerintah menjelang periode pemilu, karena potensi terjadinya ketidakharmonisan yang berakar dari perbedaan pendapat di masyarakat. Oleh karena itu, menurut kami, pemerintah akan menghindari mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang drastis. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat luas akan lebih diprioritaskan karena dapat mendukung kestabilan politik di dalam tanah air.

  • Tren penurunan harga komoditas positif untuk sektor konsumer, mulai terlihat per 1Q23


Berbanding terbalik dengan emiten-emiten di sektor komoditas, penurunan harga komoditas justru memberikan dampak yang positif bagi emiten-emiten di sektor konsumsi. Ini tercermin pada kinerja memuaskan yang dicatatkan oleh beberapa emiten konsumer pada 1Q23. Secara umum, laba emiten-emiten konsumer berhasil tumbuh yang didorong oleh margin yang lebih tinggi, berkah dari penurunan harga bahan baku

Perlu diingat bahwa dampak keseluruhan dari penurunan harga komoditas belum sepenuhnya terefleksi pada kinerja 1Q23, karena perusahaan konsumer umumnya memiliki kebijakan untuk memiliki stok selama beberapa bulan. Oleh karena itu, kinerja emiten konsumer pada kuartal berikutnya berpotensi menunjukkan kelanjutan penguatan


Valuasi

Menurut pandangan kami, rotasi sektoral ini masih tergolong dini, menimbang tren kontras pergerakan harga ini baru berlangsung sekitar 1 bulan. Di sisi lain, perbaikan kinerja sektor konsumsi diperkirakan berlangsung selama 6–12 bulan ke depan

Secara valuasi pun, kami melihat tren pergeseran ini bisa berlanjut. Beberapa saham komoditas energi – dalam hal ini batu bara – seperti $ADRO dan $ITMG masih berada di level yang relatif ‘tidak murah’ secara historis, walaupun telah mengalami koreksi harga yang cukup signifikan belakangan ini. 

Saat ini, P/E Forward $ADRO yang berada di angka 3.8x masih di atas rata-ratanya dalam 3 tahun terakhir. Begitu juga dengan $ITMG. Selain valuasi yang ‘tidak murah’ ini, terdapat risiko pemangkasan proyeksi laba oleh konsensus apabila penurunan harga komoditas yang terjadi lebih dalam dibandingkan ekspektasi

Pic: Grafik P/E Band Forward ADRO 3 tahun terakhir
Sumber: Stockbit
Pic: Grafik P/E Band Forward ITMG 3 tahun terakhir.
Sumber: Stockbit

Sebaliknya, valuasi emiten-emiten di sektor konsumer masih tergolong relatif ‘murah’. Sebagai contoh, valuasi $ICBP dan $ERAA tercatat masih berada pada level di bawah rata-rata historis sehingga memiliki ruang untuk naik ke level yang lebih tinggi, menurut pandangan kami. 

Perlu juga diingat, ketika suatu sektor sedang disukai, valuasinya bisa menuju ke level yang lebih premium dibandingkan level historis. Selain potensi kenaikan valuasi, terdapat potensi peningkatan proyeksi laba oleh konsensus apabila penguatan pembelanjaan konsumsi lebih besar daripada ekspektasi.

Pic: Grafik P/E Band Forward ICBP 3 tahun terakhir
Sumber: Stockbit
Pic: Grafik P/E Band Forward ERAA 3 tahun terakhir
Sumber: Stockbit

Kalau menurut kamu bagaimana? Apakah outlook dan valuasi sektor konsumer membuat kamu tertarik untuk ikutan rotasi sektoral ini? We provide, you decide

________________
Penulis: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead Stockbit

Editor: 

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead Stockbit

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead Stockbit

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist Stockbit

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.