Bank

🏧 Bank: ATH di 2023; Menuju Normalisasi Pertumbuhan by Rahmanto Tyas Raharja

Penulis: Rahmanto Tyas Raharja | Editor: Aulia Rahman Nugraha

Published date: 1/4/2024

  • Setelah mencapai all–time high pada FY23, laba bersih bank berpotensi melanjutkan pertumbuhan double digit pada FY24E, didorong loan growth dengan NIM stabil.

  • Namun, kami melihat normalisasi pertumbuhan laba bersih pada FY24E seiring mulai terbatasnya ruang penurunan beban provisi.

  • Kami lebih menyukai mid banks dibanding big banks karena valuasi yang lebih menarik, mulai re-rating, dan potensi dari aksi korporasi.

  • Top picks kami adalah BMRI, BNGA, dan BBTN. Kami menyukai BMRI karena target loan growth-nya tertinggi dan memiliki valuasi menarik dibanding big banks lain.

Executive Summary

Setelah mencapai all–time high pada 2023, laba bersih bank berpotensi melanjutkan pertumbuhan double digit pada 2024E, didorong loan growth double digit dengan NIM stabil. Namun, kami melihat pertumbuhan laba bersih pada 2024E akan ternormalisasi seiring mulai terbatasnya ruang penurunan beban provisi. Hal ini terindikasi dari laba bersih bank pada 4Q23 yang cenderung mixed secara QoQ. 

Pada 2023 sendiri, peningkatan performa bank dihantui oleh perlambatan pertumbuhan NII. Meskipun pendapatan bunga meningkat double digit, pertumbuhan NII terhambat akibat peningkatan beban bunga hingga sekitar +50% YoY, yang disebabkan melonjaknya cost of fund. Di sisi lain, peningkatan performa pada 2023 juga masih didukung oleh penurunan beban provisi. 

Performa positif pada 2023 juga terefleksikan pada harga saham emiten bank yang sebagian besar juga naik double digit. Kami lebih menyukai mid banks dibanding big banks karena valuasi yang lebih menarik, mulai re-rating, dan potensi dari aksi korporasi.

Top picks kami adalah BMRI, BNGA, dan BBTN. Kami menyukai BMRI karena target loan growth-nya tertinggi dan memiliki valuasi menarik dibanding big banks lain. Selain itu, kami melihat bahwa BMRI memiliki potensi untuk berhasil meraih performa di atas ekspektasi konsensus 2024. Untuk BNGA dan BBTN, kami menyukai mid banks karena valuasi yang menarik dan potensi dari aksi korporasi yang menghiasi mid banks


Laba Bersih 2023 All-Time High, Diprediksikan Lanjut pada 2024E

Mayoritas emiten bank di Indonesia pada 2023 kompak mencatat pertumbuhan laba bersih double digit hingga mencetak all–time high, melampaui rekor sebelumnya pada 2022. Meski demikian, pertumbuhan laba bersih pada 2023 mengalami normalisasi dibandingkan 2022. Untuk 2024F, Stockbit sejalan dengan konsensus analis yang masih memperkirakan laba bersih bank akan tumbuh double digit dan kembali mencetak rekor laba bersih all–time high.

Deskripsi: Laba bersih tahunan bank dan pertumbuhannya                        Sumber: Laporan keuangan masing-masing bank, konsensus analis, BDMN dan NISP adalah estimasi analisis Stockbit

Meski tumbuh secara tahunan, performa laba bersih bank pada 4Q23 cenderung mixed secara kuartalan, yang mengindikasikan normalisasi atau perlambatan pertumbuhan. Berikut rinciannya:

Deskripsi: Laba bersih kuartalan  bank dan pertumbuhannya
Sumber: Laporan keuangan masing-masing bank, analisis Stockbit

Pertumbuhan Top Line Melambat dihantui kenaikan Beban Bunga

NII menunjukan tren perlambatan pertumbuhan pada 2023 dibandingkan 2022. Hal ini terjadi di seluruh bank dalam coverage kami, kecuali BBCA dan BDMN. Berikut adalah rinciannya:.

Deskripsi: NII tahunan bank dan pertumbuhannya
Sumber: Laporan keuangan masing-masing bank, analisis Stockbit

Meski begitu, pendapatan bunga sebenarnya masih menunjukan performa yang baik dengan pertumbuhan hingga double digit. Berikut rinciannya:

Deskripsi: pendapatan bunga bank dan pertumbuhannya
Sumber: Laporan keuangan masing-masing bank, analisis Stockbit

Pendorong perlambatan performa NII pada 2023 utamanya berasal dari beban bunga yang membengkak. Berikut rinciannya:

Deskripsi: beban bunga bank dan pertumbuhannya
Sumber: Laporan keuangan masing-masing bank, analisis Stockbit

Outlook NIM 2024 Stabil Meski Cost of Fund Naik pada 2023

Kami melihat bahwa NIM akan cenderung stabil pada 2024, sejalan dengan guidance yang diberikan manajemen bank. Potensi penurunan suku bunga pada 2024 dapat menjadi sentimen positif untuk menurunkan beban bunga yang melonjak pada 2023. 

Kami memperkirakan ke depannya cost of fund akan turun seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga pada 2H24. Namun, kami memperkirakan bahwa efeknya terhadap beban bunga baru akan terefleksi pada 2025E. Berikut beberapa guidance NIM 2024E dari manajemen bank:

Deskripsi: Realisasi FY23 dan guidance NIM FY24E                              Sumber: Stockbit analysis

Sebagai konteks, pada 2023, peningkatan pendapatan bunga terjadi karena perbankan juga telah meningkatkan suku bunga pinjaman yang diberikan (loan yield) untuk modal kerja dan investasi, yang merupakan pinjaman untuk segmen korporasi  atau bisnis. Namun, pinjaman konsumsi justru mengalami penurunan, yang mengindikasikan lemahnya permintaan kredit dari level retail atau  individu. Secara tahunan, berikut rincian perubahan suku bunga pinjaman pada Desember 2023:

  • Modal kerja : +26 bps

  • Pinjaman investasi : +30 bps

  • Pinjaman konsumsi : -23 bps

Deskripsi:Capex MPMX 2016-9M23



Sumber: Stockbit analysis

NII melambat karena peningkatan beban bunga, yang didorong oleh peningkatan cost of fund. Hal ini juga terefleksi dari TD Rate (12 bulan) secara industri yang menunjukan kenaikan, termasuk terjadi pada KBMI 4 dan KBMI 3. Kenaikan TD Rate lebih tinggi dibandingkan kenaikan loan yield. Secara tahunan, berikut rincian perubahan TD rate pada Desember 2023:

  • Industri perbankan : +98 bps

  • KBMI 3 : +93 bps

  • KBMI 4 : +91 bps

Deskripsi: TD Rate (12 months) industri, KBMI 4, dan KBMI 3 pada 2021β€”2023
Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu, cost of fund dari CASA (giro dan tabungan) bisa dijaga tetap rendah meskipun mengalami sedikit kenaikan. Suku bunga CASA rendah menjadi penting karena mayoritas DPK perbankan adalah CASA, di mana CASA Ratio perbankan per Desember 2023 berada di level 63%

Deskripsi: Suku bunga tabungan dan giro  bank pada 2021β€”2023
Sumber: Bank Indonesia dan OJK
Deskripsi: Komposisi DPK bank pada 2020β€”2023.
Sumber: Bank Indonesia
Deskripsi: CASA Ratio bank pada 2022β€”2023 
Sumber: Presentasi perusahaan, analisis Stockbit  

Kenaikan TD Rate yang melebihi kenaikan loan yield terefleksi secara mixed pada rasio profitabilitas bank, yaitu margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM). Big banks dapat meraih tailwinds dengan mengalami kenaikan NIM, sedangkan headwinds menghantui mid banks karena mengalami penurunan NIM. Berikut adalah perubahan NIM pada Desember 2023 secara tahunan:

  • Industri perbankan : +10 bps

  • KBMI 3 : -9 bps

  • KBMI 4 : +12 bps

Deskripsi: NIM perbankan pada 2021β€”2023
Sumber: Bank Indonesia
Deskripsi: NIM perbankan pada 2017β€”2023
Sumber: Corporate Presentation masing-masing emiten

Potensi Pertumbuhan Kredit Double Digit pada 2024

Selain dari peningkatan loan yield, pertumbuhan pendapatan bunga bank juga didorong oleh pertumbuhan kredit. Pada 2023, kredit bank secara industri tumbuh +10,4%. Ke depannya, kredit masih berpotensi tumbuh hingga double digit pada 2024, sejalan dengan target pertumbuhan kredit industri perbankan dari Bank Indonesia yang mencapai +10β€”12%, sedangkan dari OJK sebesar +9β€”11%.

Deskripsi: Kredit disalurkan bank beserta target 2024F

Sumber: Bank Indonesia, Corporate Presentation masing-masing emiten

Bank Indonesia mencatat kredit bank tumbuh +11,28% YoY pada Februari 2024, sesuai dengan target pertumbuhan kredit secara industri pada 2024. Pertumbuhan kredit masih didorong oleh segmen korporasi, yaitu kredit investasi dan modal kerja, yang masing-masing naik +11,82% YoY dan 12,04% YoY. Sedangkan, kredit konsumsi dan UMKM tumbuh di bawah industri dan target 2024, dengan masing-masing naik +9,70% YoY dan +8,85% YoY. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan kredit dari level bisnis UMKM dan retail atau individu tidak sekuat permintaan kredit korporasi.


Pertumbuhan DPK Melambat, tapi Masih Punya Ruang Bertumbuh

Di sisi lain, DPK juga bertumbuh pada 2023, tetapi lebih lambat dari pertumbuhan penyaluran kredit. Hal ini menyebabkan likuiditas mengetat (LDR meningkat). Pengetatan likuiditas inilah yang menyebabkan terjadinya 'perang harga' dalam memperebutkan DPK, sehingga cost of fund naik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Deskripsi: Dana Pihak Ketiga Bank dan pertumbuhannya
Sumber:Bank Indonesia,  Corporate Presentation masing-masing emiten
Deskripsi: Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan
Sumber: OJK,  Corporate Presentation masing-masing emiten, analisis Stockbit

Meskipun mengalami kenaikan, LDR  masih berada di level yang tergolong rendah secara historis pra-pandemi yang mencapai >90%. Meski begitu, beberapa bank telah memiliki LDR yang tergolong tinggi.

OJK menargetkan DPK industri perbankan naik +6β€”8% pada 2024, lebih rendah dari target kenaikan kredit. Hal ini berarti LDR diproyeksikan akan kembali meningkat pada 2024, dengan implikasi LDR di level 84,6β€”87%

Per Februari 2024, BI mencatat DPK tumbuh +5,4% YoY, lebih rendah dari pertumbuhan bulan Januari yang tumbuh +5,8% YoY. Ini juga menandakan pertumbuhan DPK pada Januari maupun Februari yang lebih rendah dibandingkan target OJK.


Driver Pertumbuhan dari Penurunan Beban Provisi Semakin Terbatas

Salah satu sumber pendorong pertumbuhan laba bersih bank pada 2022β€”2023 adalah penurunan beban provisi. Pada 2023, beban provisi turun meskipun tidak sedalam penurunan pada 2022

Deskripsi: Beban provisi tahunan 2017β€”2023
Sumber:  Corporate Presentation masing-masing emiten
Deskripsi: Beban provisi kuartalan 4Q22β€”4Q23
Sumber: Corporate Presentation masing-masing emiten

Perbankan mengurangi porsi beban provisi pada 2022–2023, setelah pada 2020β€”2021 membebankan provisi yang besar untuk mengantisipasi dampak kredit restrukturisasi pandemi. Dengan cadangan provisi yang terbentuk sekarang, kami melihat bahwa perbankan telah mempersiapkan β€˜bantalan’ provisi atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk aset bermasalahnya. Hal ini terefleksi dari rasio NPL Coverage yang sudah tergolong tinggi secara historis.

Deskripsi: NPL Coverage Ratio 2018β€”2023
Sumber: Corporate Presentation masing-masing emiten

Hal ini juga sejalan dengan rasio aset bermasalah (Gross Non Performing Loan/NPL) yang berangsur membaik pasca-pandemi. Saat ini NPL perbankan berada di level yang bahkan lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi (2018β€”2019). Meski tidak banyak yang memberikan angka pasti, secara umum bank memberikan guidance bahwa NPL akan berada di level yang cenderung stabil.

Deskripsi: Gross NPL Ratio 2018β€”2023
Sumber: OJK, Corporate Presentation masing-masing emiten

Ke depannya, kami memperkirakan bahwa driver dari penurunan beban provisi, yang merupakan pendorong performa pada 2022β€”2023, akan lebih terbatas. Hal ini dikarenakan NPL dan credit cost sudah berada di level yang rendah secara historis, bahkan lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi. Kami merasa ruang untuk menurunkan credit cost β€” yang berpengaruh dalam menurunkan beban provisi β€” sudah lebih terbatas dibandingkan pada 2022β€”2023. Berikut data credit cost dari bank:

Deskripsi: Credit Cost Ratio atau Cost of Credit perbankan pada 2018β€”2023
Sumber: Corporate Presentation masing-masing emiten, kecuali NISP merupakan estimasi analis Stockbit

β€˜Panas’-nya Aksi Korporasi di Mid-Sized Banks

Adapun tren lain yang dapat diperhatikan pada industri bank adalah mulai maraknya aksi korporasi (selain dividen tunai dan stock split) pada mid banks. Beberapa yang dapat menjadi perhatian adalah:

  • BBTN yang dikabarkan berencana mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. untuk digabungkan dengan unit usaha syariah (UUS) milik perseroan, BTN Syariah. Selain itu, spin off BTN Syariah juga direncanakan dalam rangka menjalin kerja sama dengan Bank Syariah Indonesia ($BRIS).

  • Anak usaha dan pengendali BDMN, ADMF dan Mitsubishi UFJ Financial Group, mengakuisisi Home Credit Indonesia.

  • BNGA yang berencana spin off unit usaha syariah (UUS) milik perseroan, CIMB Niaga Syariah.

  • NISP mengakuisisi Bank Commonwealth.

  • BTPN yang melaksanakan rights issue untuk akuisisi perusahaan multifinance terafiliasi, PT Oto Multiartha dan PT Summit Oto Finance.


Valuasi

Performa positif pada 2023 terefleksikan pada harga saham emiten bank yang secara rata-rata naik hingga double digit selama 2023, dengan saham mid banks naik melebihi kenaikkan saham big banks. Kami melihat bahwa market mulai mengapresiasi saham mid-sized bank, sehingga valuasinya terangkat (re-rating) ke level yang lebih fair.

Deskripsi: Pergerakan harga saham bank, tidak termasuk dividen
Sumber: Analisis Stockbit, per 26 Maret 2024

Meski naik melebihi big banks, kami melihat bahwa valuasi mid banks masih menarik dengan harga saat ini. Dengan menggunakan ROE-to-PBV sebagai rasio yang membandingkan profitabilitas bank (dengan proxy berupa rasio Return on Equity/ROE) dengan valuasi (Price to Book Value/PBV), dapat dilihat bahwa mid banks masih underappreciated.

Deskripsi: Perbandingan valuasi dan profitabilitas bank
Sumber: Analisis Stockbit, per 26 Maret 2024

Top picks kami adalah: BMRI untuk big bank, serta BNGA dan BBTN untuk mid banks

Kami menyukai BMRI karena target loan growth paling tinggi dan memiliki valuasi lebih murah dibanding big banks lain. Selain itu, kami melihat bahwa BMRI memiliki potensi meraih performa di atas ekspektasi konsensus 2024.

Untuk BNGA dan BBTN, kami menyukai mid banks karena valuasi yang menarik dan potensi dari aksi korporasi yang menghiasi mid banks


Risiko

  1. Lemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat yang dapat menyebabkan peningkatan NPL dan pelemahan pertumbuhan kredit.

  2. Pengetatan likuiditas dapat membatasi ruang untuk bertumbuh, terutama dalam pertumbuhan kredit. Hal ini dapat berdampak pada perebutan DPK yang menyebabkan persaingan harga, sehingga pada akhirnya menyebabkan peningkatan cost of fund yang terus berlanjut dan NIM terkompresi.

  3. Pemburukan kualitas aset yang dapat menyebabkan peningkatan credit cost, sehingga beban provisi meningkat.


________________
Penulis: 

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Editor:

Vivi Handoyo Lie: Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2024 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

Informasi ini dimiliki oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”), Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

πŸ’­ BTPS: Valuasi Murah di Tengah Pemulihan Segmen Ultra-mikro by Hendriko Gani

πŸ‘‹ Stockbitor!

Harga saham Bank BTPN Syariah ($BTPS) telah mengalami penurunan signifikan sejak pandemi, dengan koreksi sebesar -59% dari titik tertingginya di Rp5.125/saham pada 27 Januari 2020. Padahal, secara kinerja, laba bersihnya berhasil pulih dengan cepat dengan tumbuh +71,4% YoY dan +21,5% YoY pada 2021 dan 2022 dan bahkan telah melebihi  level pra-pandemi (2019).

Penurunan harga saham BTPS sejak awal 2020 secara umum disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan lonjakan inflasi sepanjang tahun lalu, yang menekan ekonomi segmen ultra-mikro selaku target pasar BTPS sehingga menurunkan kualitas aset kredit perseroan. Selama 1H23, BTPS mencatatkan penurunan laba bersih sebesar -12,1% YoY akibat kenaikan beban provisi. 

Meski demikian, kami memprediksi bahwa kinerja BTPS berpotensi pulih ke depannya, seiring perbaikan kualitas aset yang akan didorong oleh pemulihan ekonomi segmen ultra-mikro serta upaya perseroan untuk meningkatkan repayment rate. Adapun risiko utama BTPS ke depan adalah tetap tingginya beban provisi yang berpotensi menekan laba bersih. Selain itu, BTPS juga menghadapi persaingan yang semakin ketat di segmen ultra-mikro, dengan kompetitor terdekat adalah PNM Mekaar milik Bank Rakyat Indonesia ($BBRI).

Namun, jika dilihat dari segi valuasi, saham BTPS yang saat ini diperdagangkan dengan PBV 1,91x, sudah berada di level terendah sejak perseroan pertama kali IPO. Dibandingkan dengan bank lain yang memiliki ROE setara dengan perseroan dan potensi perbaikan kualitas aset ke depan, kami menilai valuasi ini menarik


Bank Ultra-mikro dengan Profitabilitas Tinggi yang sedang Pulih


Dengan bermain di segmen yang berisiko tinggi, BTPS memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan peers-nya. Hal ini terlihat dari Net Operating Margin (NOM) perseroan – biasa disebut Net Interest Margin (NIM) di bank konvensional – yang mencapai 7,7–13,6% selama 2017–2022 (vs. NIM bank konvensional: 3,8–7,9%). NIM yang tinggi ini, ditambah dengan level NPF yang rendah sebelum pandemi, membuat profitabilitas BTPS dari sisi Return-on-Equity (ROE) jauh melampaui bank-bank lainnya.

Pic: Net Interest Margin dan Net Operating Margin bank besar yang tercatat di BEI pada 2017–2022.
Source: Company data, Stockbit analysis
Pic: Non Performing Financing (NPF) dan Non Performing Loan (NPL) bank besar yang tercatat di BEI pada 2017–2022.
Source: Company data, Stockbit analysis
Pic: Return on Equity (ROE)  bank besar yang tercatat di BEI pada 2017–2022.
Source: Company data, Stockbit analysis
Pic: Profitabilitas bank besar yang tercatat di BEI per 1H23.
Source: Company data, Stockbit analysis

Penurunan Kualitas Aset saat Pandemi dikompensasi Dengan Efisiensi sehingga Laba Bersih Tetap Tumbuh

Pandemi Covid-19 pada 2020 membuat industri perbankan, termasuk BTPS, mengalami permasalahan kredit macet (Non Performing Loan/NPF). Akibatnya, emiten perbankan ramai-ramai menaikkan beban provisi mereka.

Tren tersebut berubah pada 2022, ketika industri perbankan mulai mengurangi beban provisi mereka. Bank besar seperti $BBCA, $BBRI, $BBNI, dan $BMRI telah mencatatkan penurunan beban provisi sebesar 17,5–51,5% YoY pada FY22. Sementara itu, BTPS justru menaikkan beban pencadangan pada 2022 sebesar +30% YoY, kendati pada 2021 mencatatkan penurunan beban provisi sebesar -14,3% YoY. Manajemen BTPS juga memberikan guidance bahwa beban provisi pada 2023 naik +37,6% YoY menjadi Rp1,3 T, sehingga menimbulkan pertanyaan dari para investor terkait kualitas dari portofolio pinjaman perseroan ke depannya. 

Kendati mengalami kenaikan beban provisi yang signifikan, BTPS tetap dapat membukukan kenaikan laba bersih. Pada 2022, laba bersih BTPS mencapai Rp1,78 T, yang menandai level tertinggi sejak IPO pada 2017. Dalam 3 tahun terakhir (2019–2022), BTPS mencatat rata-rata pertumbuhan penyaluran dana sebesar +6,4% (CAGR 3Y), sementara bagi hasil untuk pemilik dana investasi mengalami penurunan sebesar -13% (CAGR 3Y), sehingga pendapatan setelah distribusi bagi hasil tumbuh sebesar +8,5% (CAGR 3Y).

Selain itu, penurunan biaya operasional yang dilakukan oleh BTPS menciptakan efisiensi yang lebih baik. Hal tersebut terlihat dari Cost to Income Ratio (CIR) yang terus menurun. CIR sendiri dihitung dengan membagi semua biaya operasional di luar CKPN dengan total pendapatan.

Pic: Profitabilitas bank besar yang tercatat di BEI per 1H23.
Source: Company data, Stockbit analysis

Perbaikan kualitas aset menjadi kunci

Inisiatif perusahaan: meningkatkan repayment rate

Pada 2023, BTPS akan berfokus pada peningkatan kualitas aset mereka, terutama pada portofolio piutang yang diberikan pasca-pandemi. Manajemen BTPS juga memberikan guidance pertumbuhan yang lebih konservatif pada 2023, meski tidak merinci detailnya lebih lanjut. 

Pada 1H23, BTPS membukukan laba bersih sebesar Rp752,5 M, turun -12,1% YoY dari Rp856,3 M pada 6M22. Meskipun pendapatan margin mengalami peningkatan sebesar +10% YoY, penurunan laba bersih disebabkan oleh kenaikan beban provisi sebesar +76% YoY menjadi Rp681 M. 

Meskipun write off telah mengalami peningkatan sebesar +48,8% YoY menjadi Rp625 M pada 1H23, namun BTPS masih mencatatkan kenaikan Gross NPF sebesar 50 bps YoY ke level 3% (vs. FY22: 2,6%; vs. FY19: 1,36%). Hal ini menunjukan walaupun BTPS telah melakukan write off yang signifikan, kualitas aset BTPS (yang digambarkan dengan kenaikan NPF Gross) masih mengalami penurunan

Pertumbuhan laba bersih BTPS ke depan akan dipengaruhi oleh tren beban provisi perseroan. Pada 1H23, beban provisi merepresentasikan 32,1% dari total beban BTPS, sehingga penurunan beban provisi ke depan dapat memperbaiki pertumbuhan laba bersih.

Pic: Portfolio financing BTPS per 1H23.
Source: LK BTPS 1H23
Pic: Repayment rate BTPS pada 2018–2Q23.
Source: Company data BTPS

Berdasarkan laporan keuangan pada 1H23, BTPS masih mengalami penurunan kinerja yang disebabkan oleh turunnya kualitas aset pada piutang murabahah. Manajemen BTPS mengatakan dalam analyst meeting bahwa penurunan piutang ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pembayaran kembali (repayment rate), terutama dari customer yang diakuisisi perseroan selama 3 tahun terakhir atau sejak pandemi Covid-19. Per 2Q23, BTPS hanya mencatatkan repayment rate sebesar 92,8%, terendah sejak 2018. 

Penurunan tingkat repayment rate disebabkan oleh rendahnya tingkat kehadiran customer dalam meeting 2 mingguan sejak pasca-pandemi. Kebiasaan meeting online semasa pandemi telah membuat customer merasa nyaman dengan meeting online, sehingga BTPS mengalami kesulitan untuk mendisiplinkan customer untuk hadir dalam meeting tersebut. Dengan rendahnya tingkat kehadiran customer, sanksi sosial ketika customer tidak membayar pembiayaan yang diberikan oleh BTPS menjadi lemah dan berujung pada rendahnya tingkat pembayaran kembali.

Untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen BTPS berencana untuk kembali mendisiplinkan customer untuk hadir dalam meeting 2 mingguan. BTPS juga bermaksud untuk menjadikan tingkat kehadiran customer dalam meeting 2 mingguan sebagai salah satu indikator dalam menganalisis kelayakan customer yang ingin mengajukan kredit baru ataupun kenaikan plafon pinjaman. Dengan strategi ini, tingkat repayment rate berpotensi kembali meningkat. Pada 2Q23 sendiri tingkat kehadiran customer telah meningkat ke level 65–67% (vs. 1Q23: 62–65%). 

Pic: Tingkat kehadiran customer BTPS dalam meeting 2 mingguan pada 2019–2Q23.
Source: Company data BTPS


Selain itu, BTPS juga berencana menambah jumlah community officer (CO) serta melakukan pelatihan tentang bisnis model perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan kedisiplinan dari para customer yang bersifat kelompok, sehingga pada akhirnya dapat menaikan tingkat repayment rate. Pada 2023, BTPS berencana menambah 57 tim CO, dengan realisasi per 1H23 telah mencapai 98%. 

Tren inflasi yang melandai

Hal lain yang memengaruhi tingkat repayment rate dari customer BTPS adalah rendahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah pasca-pandemi dan lonjakan inflasi dalam setahun terakhir. Meskipun ekonomi Indonesia telah mengalami pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan tren inflasi yang sudah mulai melandai belakangan ini, pemulihan di segmen menengah ke bawah masih tergolong lemah mengingat segmen inilah yang paling terdampak ketika situasi ekonomi sedang sulit. Hal ini juga terlihat dari Indeks keyakinan konsumen (IKK) pada kelompok pengeluaran 1–2 juta, yang notabene merupakan segmen customer BTPS, masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata IKK sejak 2022. Per Juni 2023, IKK untuk kelompok pengeluaran 1–2 juta berada di level 117,8, terendah jika dibandingkan dengan kelompok pengeluaran lain yang lebih tinggi. 

Seiring terus melandainya inflasi dan potensi pertumbuhan konsumsi sebelum pemilu 2024, pemulihan pada segmen menengah ke bawah termasuk ultra-mikro akan lebih cepat dan dapat menjadi sentimen positif bagi BTPS.

Pic: IKK Konsumen kelompok pengeluaran 1-2jt vs blended IKK Jan’20-Jun’23
Source: Badan Pusat Statistik (BPS), stockbit research
Pic: IKK per kelompok pengeluaran pada Juni 2023.
Source: Badan Pusat Statistik (BPS)

Risiko: Persaingan semakin intensif dan rencana pemberian kredit 0% dari pemerintah

Selain faktor internal seperti kenaikan NPF yang menyebabkan peningkatan biaya provisi, tantangan lain yang perlu dihadapi oleh BTPS adalah persaingan dengan perusahaan pembiayaan lain di kategori ultra-mikro. Kami mengesampingkan Bank Syariah Indonesia ($BRIS) sebagai kompetitor BTPS, mengingat BRIS berfokus pada segmen mikro (UMKM) dan bukan ultra-mikro. Keduanya merupakan segmen yang berbeda. 

Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), segmen ultra mikro merupakan segmen yang berada di lapisan terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Segmen ini mendapatkan fasilitas pembiayaan maksimal Rp10 juta per nasabah, dengan mayoritas pemberi fasilitas kredit terdiri dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti PT Pegadaian (Persero), serta PT Bahana Artha Ventura.

Selain ketiga nama diatas, pemain di segmen pembiayaan ultra-mikro juga diisi oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM), yang merupakan perusahaan pembiayaan syariah milik Bank Rakyat Indonesia ($BBRI). Di dalam PNM sendiri, terdapat program pemberdayaan Mekaar dan ULaMM, serta PT AMAAN Indonesia Sejahtera (AMAAN).

Setiap proyek pembiayaan ultra-mikro milik BBRI memiliki perbedaan bisnis model. Misalnya, PNM ULaMM menyasar segmen ultra mikro yang usahanya minimal telah berjalan selama 1 tahun dan tidak memperhatikan jenis kelamin, asalkan berada pada usia 21–65 tahun. Sementara itu, PT Pegadaian yang mewajibkan agunan berupa BPKB Kendaraan Bermotor. Adapun PT AMAAN berfokus pada platform digital dalam proses peminjaman dan tidak terbatas pada laki-laki ataupun perempuan.

Program pembiayaan milik BBRI yang memiliki bisnis model mendekati BTPS adalah PNM Mekaar. Sama seperti BTPS, PNM Mekaar juga menyasar pemberdayaan ibu rumah tangga dan menyalurkan kredit secara tanggung renteng 

PNM Mekaar diluncurkan pada 2015 dengan target nasabah perempuan pelaku usaha mikro dengan kondisi keluarga dengan pendapatan per kapita maksimal sebesar Rp800 ribu per bulan. Hingga akhir 2022, PNM Mekaar telah memiliki 9,9 juta nasabah dengan total number of account (NoA) sebanyak 13,8 juta nasabah (vs. BTPS per 1H23: 4,3 juta active customer dengan jumlah total 6 juta customer). Kami menilai bahwa dengan masih besarnya potensi pasar ultra-mikro yang dapat dilayani, BTPS dan PNM Mekaar dapat hadir dan tumbuh bersama. Tentunya, perkembangan kompetisi di segmen ini perlu terus diperhatikan oleh investor.

Selain potensi persaingan yang semakin ketat tersebut, BTPS juga menghadapi tantangan berupa rencana pemerintah yang hendak memberikan kredit 0% bagi UMKM dalam negeri yang sempat diusulkan oleh Kementerian BUMN pada awal 2023. Rencana tersebut membuat banyak Stockbitor berpendapat bahwa pemberian kredit 0% bagi UMKM dapat membuat calon nasabah dan nasabah BTPS berpindah ke bank yang menawarkan kredit 0%, sehingga menggerus pertumbuhan BTPS. Meski demikian, rencana kredit 0% tersebut masih wacana dan belum jelas skemanya.


Valuasi

Per 4 Agustus 2023, BTPS ditutup di harga Rp2.090/saham, sehingga mengimplikasikan PBV 1,91x atau mendekati level -2x PBV Std. Deviation Band-nya. Ini merupakan level PBV terendah dalam sejarah BTPS. Padahal, jika dibandingkan dengan peers-nya, BTPS memiliki tingkat profitabilitas (ROE) yang lebih tinggi dengan valuasi yang tergolong murah.

Pic: BTPS 5Y PBV Deviation band
Source: stockbit 
Pic: Perbandingan PBV dan ROE bank besar di Indonesia per 4 Agustus 2023
Source: Stockbit analysis

Lantas, dengan prospek dan risiko yang akan dihadapi ke depan, apakah saham BTPS menarik untuk dikoleksi di tengah valuasinya yang murah saat ini? We provide, you decide


________________
Penulis: 

Hendriko Gani, Investment Analyst

Editor:

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (β€œStockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah β€œhttps://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri β€œ@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.