SMRA

🤔Lesson from The Past: Property Sector Bullish During Dovish Outlook by Arvin Lienardi

Deskripsi: Pergerakan saham properti historis (2012-2017) vs suku bunga BI. untuk emiten BSDE, SMRA, CTRA, dan PWON (grafik bawah)
Sumber: Bloomberg, Stockbit Analysis

đź‘‹ Stockbitor!

  • Saham properti cenderung naik ketika outlook suku bunga mulai dovish.

  • Insentif PPN DTP berpotensi mendorong marketing sales properti.

  • Valuasi relatif murah dengan mayoritas P/BV di kisaran -1 SD di bawah rata-rata historis.


Harga saham emiten-emiten properti berpotensi bullish dalam waktu dekat seiring prospek pemangkasan suku bunga pada 1Q24 atau 2Q24. Pergerakan harga saham emiten properti sendiri berbanding terbalik dengan outlook suku bunga, di mana harga saham properti selalu naik ketika suku bunga telah mencapai puncak atau mulai dipangkas. Berdasarkan studi historikal, kami menemukan bahwa $SMRA cenderung mengalami kenaikan harga saham tertinggi ketika suku bunga mulai dipangkas, diikuti oleh $PWON, $CTRA, dan $BSDE.

Selain dari pemangkasan suku bunga, kami menilai insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) pada November 2023–Desember 2024 dapat mendorong marketing sales emiten properti. Insentif serupa sempat diterapkan pada Maret 2021–September 2022 dan terbukti berhasil mendorong rata-rata marketing sales $SMRA, $PWON, $CTRA, dan $BSDE tumbuh +19,7% YoY selama 9M22 (vs. 9M23: +1,4% YoY). Kami memperkirakan total marketing sales emiten properti pada 2024 dapat tumbuh di kisaran +5–6% YoY

Secara valuasi, kami menilai bahwa sekarang adalah momen yang tepat untuk membeli saham emiten properti, mengingat mayoritas emiten properti saat ini diperdagangkan pada -1 Standar Deviasi di bawah rata-rata historis P/BV 5 tahun terakhir. $PWON memiliki valuasi terendah secara historikal, diikuti oleh $SMRA, $BSDE dan $CTRA


Adapun risiko utama yang meliputi sektor properti antara lain kembali meningkatnya inflasi dan yield suku bunga AS yang menekan rupiah. Kedua skenario tersebut akan membuat suku bunga Bank Indonesia perlu dipertahankan lebih lama pada level yang tinggi (higher for longer).


Penurunan Suku Bunga Positif Bagi Harga Saham Properti


Harga saham emiten properti memiliki siklus pergerakan yang sensitif dan berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga. Berdasarkan backtesting yang kami lakukan menggunakan data pada periode 2012–2023, emiten properti memiliki 2 kecenderungan:

  1. Harga saham naik saat tingkat suku bunga mencapai level tertingginya, dan saat suku bunga mulai diturunkan.

  2. Harga saham turun saat suku bunga telah mencapai level terendah, dan saat suku bunga mulai dinaikkan.

Deskripsi: historical property Sector Price (BSDE, SMRA, CTRA)  vs rate correlation tahun 2012-2017, Hijau kenaikan harga saham, merah penurunan harga saham
Sumber: Bloomberg, Stockbit
Deskripsi: historical property Sector Price (PWON)  vs rate correlation tahun 2012-2017, Hijau kenaikan harga saham, merah penurunan harga saham
Sumber: Bloomberg, Stockbit

Pola yang sama juga terlihat pada 2023. Saat suku bunga telah stabil di level 5,75% sejak Maret 2023, sektor properti ($IDXPROPERT) sempat mencatat penguatan sebesar +17,8% hingga titik tertingginya pada Juli 2023. 

Ke depannya, kami melihat bahwa harga saham emiten-emiten properti dapat mengalami reli jika suku bunga turun

Deskripsi: historical property Sector Price (BSDE, SMRA, CTRA)  vs rate correlation tahun 2017-2023, Hijau kenaikan harga saham, merah penurunan harga saham
Sumber: Bloomberg, Stockbit
Deskripsi: historical property Sector Price (PWON)  vs rate correlation tahun 2017-2023, Hijau kenaikan harga saham, merah penurunan harga saham
Sumber: Bloomberg, Stockbit

Selain tren pergerakan harga, kami juga menghitung besaran penguatan harga saham emiten-emiten properti ketika siklus kenaikan pada 2014–2015, 2015–2016, dan Maret–Juli 2023. Jika mengambil titik terendah dan titik tertingginya, kami menemukan bahwa $SMRA cenderung mengalami kenaikan harga saham tertinggi ketika suku bunga mulai dipangkas, diikuti oleh $PWON, $CTRA, dan $BSDE.

Deskripsi:Kenaikan harga saham properti dari masing-masih siklus (kenaikan diukur dari titik terendah hingga tertingginya)
Sumber: Stockbit, Tradingview

Data Makroekonomi AS Indikasikan Suku Bunga Telah di Puncak

Pergerakan suku bunga Bank Indonesia cukup mengikuti pergerakan suku bunga The Fed. Kami menilai suku bunga telah mencapai titik tertingginya dan berpotensi untuk dipangkas pada 2024, didukung oleh berbagai data makroekonomi Amerika Serikat pada Oktober 2023 seperti:

  • Inflasi tahunan melandai ke level 3,2% YoY (vs. September 2023: 3,7% YoY), lebih rendah dari ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi 3,3% YoY.

  • Inflasi bulanan tidak berubah atau 0% MoM (vs. September 2023: 0,4%), lebih rendah dari ekspektasi konsensus yang memperkirakan inflasi 0,1% MoM.

  • Tingkat pengangguran bulan Oktober mulai meningkat ke level 3,9% (vs. September 2023: 3,8%)


Data tersebut membuat market berekspektasi bahwa The Fed akan mulai melakukan pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat, dengan analisis dari CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa The Fed berpeluang memangkas suku bunga pada 1Q24 atau 2Q24


Insentif PPN DTP Berpotensi Dorong Marketing Sales

Tak hanya dari pemangkasan suku bunga, sektor properti juga baru-baru ini mendapatkan katalis positif berupa insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP). Kami menilai bahwa insentif yang berlaku hingga akhir 2024 tersebut akan mendorong marketing sales emiten-emiten properti


Sebelumnya, insentif PPN DTP yang diterapkan pada Maret 2021–September 2022 terbukti sukses mendorong marketing sales emiten properti. Selama 9M22, misalnya, total pertumbuhan marketing sales dari $BSDE, $SMRA, $CTRA, dan $PWON mencapai +19,7% YoY. sedangkan, pada 9M23 hanya berhasil tumbuh +1,4% YoY. Walaupun marketing sales selama 9M23 tumbuh dengan angka yang rendah karena efek high base pada 2022, kami menilai angka ini bisa lebih tinggi jika insentif PPN DTP kembali diterapkan. Pertumbuhan marketing sales dari keempat emiten tersebut pada 2024 bisa mencapai +5–6% YoY

Deskripsi: Marketing Sales Kuartalan (2020-2023) dari PWON, CTRA, BSDE, dan SMRA dalam miliaran Rupiah
Sumber: Emiten, Stockbit

Dari tabel di atas, kita dapat melihat bahwa insentif PPN DTP pada Maret 2021–September 2022 berhasil mendongkrak marketing sales emiten properti, meskipun dampaknya memiliki lagging period selama 1–2 kuartal.

Mengingat rata-rata realisasi marketing sales emiten-emiten properti selama 9M23 telah melebihi 75% dari target FY23, tidak menutup kemungkinan capaian marketing sales masing-masing emiten bisa melebihi target FY23 karena kondisi ekonomi dan daya beli yang lebih baik serta insentif PPN oleh pemerintah.


Valuasi Menarik dengan Sentimen Positif ke Depan

Per 8 Desember 2023, BSDE, SMRA, dan PWON diperdagangkan dengan valuasi P/BV Ratio di kisaran -1 Standard Deviation 5 tahun terakhir, sementara CTRA diperdagangkan mendekati rata-rata P/BV historisnya 5 tahun terakhir

PWON memiliki valuasi termurah mendekati valuasi saat pandemi pada 2020, disusul dengan SMRA, BSDE, dan CTRA.

Deskripsi: Historical PBV PWON 5 tahun
Sumber: Stockbit Fundachart
Deskripsi: Historical PBV SMRA 5 tahun
Sumber: Stockbit Fundachart
Deskripsi: Historical PBV BSDE 5 tahun
Sumber: Stockbit Fundachart
Deskripsi: Historical PBV CTRA 5 tahun
Sumber: Stockbit Fundachart

Risiko

Sedangkan risiko utama adalah kondisi makroekonomi global yang tidak stabil seperti perang Palestina Israel, Ekonomi USA dan China yang masih cenderung tidak stabil. Ketidakstabilan ekonomi global dapat membuat inflasi kembali naik dan membuat Bank Indonesia menahan suku bunga pada level yang lebih tingggi untuk waktu yang lama (higher for longer).

Serta, dampak seperti pelemahan nilai tukar rupiah yang berpotensi membebankan emiten properti terutama yang memiliki kewajiban dalam bentuk dolar AS.


________________
Penulis: 

Arvin Lienardi, Investment Analyst

Editor:

Vivi Handoyo Lie, Head of Investment Research

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Rahmanto Tyas Raharja, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Sr. Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

Informasi ini dimiliki oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”), Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🏠 Kenaikan Suku Bunga Berhenti, Waktunya Sektor Properti Beraksi? by Syanne Gracetine

Selama 2022, performa sektor properti dan real estate ($IDXPROPERT) terkoreksi sebesar -7,70% dan tertinggal dibandingkan IHSG yang mencetak kenaikan sebesar +4,09%. Penurunan harga saham di sektor properti sendiri terjadi di tengah kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 225 bps dari Agustus 2022 hingga Januari 2023.

Meski harga saham emiten properti yang tertekan, sebenarnya kinerja keuangan pada FY22 tidaklah mengecewakan. Berdasarkan kinerja 4 emiten properti unggulan – yang terdiri dari $BSDE, $CTRA, $SMRA dan $PWON – rata-rata laba bersih naik +48,03% YoY, dengan rata-rata pendapatan tumbuh +8,75% YoY dan rata-rata marketing sales +6,05% YoY. Capaian ini salah satunya juga ditopang oleh insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) pada 2021 hingga September 2022. 

Walaupun insentif PPN DTP tidak diperpanjang, kabar baik muncul dari keputusan Bank Indonesia yang sudah menahan laju kenaikan suku bunga di level 5,75% sejak Februari 2023. Kondisi ini memunculkan ekspektasi bahwa suku bunga Bank Indonesia telah mencapai puncaknya dan berpotensi mulai dipangkas, sehingga dapat berimbas positif terhadap penjualan properti. Investor pun mulai bereaksi positif, yang tercermin dari rata-rata kenaikan harga saham keempat emiten tersebut sebesar +15,76% YTD.

Lantas, apakah ini menjadi awal kebangkitan saham-saham emiten properti? Apakah masih terdapat ruang lanjutan untuk kenaikan saham-saham properti?

Berkaca pada 2016–2017 ketika tingkat suku bunga diturunkan, akankah prestasi emiten dapat terulang? Siapakah emiten yang menjadi juaranya? Serta apa saja risiko yang wajib diantisipasi investor?


Kinerja Emiten Properti pada 1Q23


Pada 1Q23, keempat emiten unggulan properti berhasil menorehkan performa yang solid sebagai berikut:

Pic: Rekapitulasi kinerja profitabilitas dan marketing sales 1Q23
Sumber: Laporan keuangan perusahaan, press release

Jika diamati secara agregat, rata-rata pendapatan dan laba bersih keempat emiten masih bertumbuh masing-masing sebesar +12% YoY dan +65% YoY dengan pertumbuhan pendapatan serta laba bersih terbesar berasal dari BSDE. Namun, tampak terjadi pelemahan secara kuartalan, di mana rata-rata pendapatan turun -1,2% QoQ dan laba bersih turun -14,0% QoQ

Di sisi lain, tren marketing sales cenderung melemah baik secara tahunan (YoY) maupun kuartalan (QoQ), yang diakibatkan oleh berakhirnya kebijakan pemberian insentif PPN DTP di September 2022. Tercatat hanya CTRA yang mencatatkan pertumbuhan marketing sales yang signifikan pada 1Q23. . 

Meski demikian, tren marketing sales ke depan berpeluang meningkat secara gradual jika suku bunga BI mulai dipangkas serta pemulihan ekonomi yang dapat mendorong tingkat pembelian properti

Sementara itu, dari segi rincian pendapatan tiap emiten, maka ada 2 hal yang dapat disimpulkan, yakni:

  • Pemulihan dari segmen recurring lebih kuat seiring dengan tingkat okupansi hotel dan pusat perbelanjaan atau mall yang telah kembali normal. Secara rata-rata, kenaikan pendapatan keempat emiten dari segmen recurring yakni +25,3% YoY (vs. non-recurring atau property development: +1,17% YoY).

  • Jika dirinci, rata-rata pendapatan dari segmen property development untuk keempat emiten masih tertekan khususnya apartemen (-55,1% YoY), ruko (-53,9% YoY), dan perkantoran (-45,0% YoY).

Pemulihan yang lebih kuat pada segmen recurring income tersebut juga tercermin dari rekapitulasi marjin laba kotor (GPM) berikut ini: 

Pic : Rekapitulasi marjin laba kotor (GPM) pada 1Q22 dan 1Q23.
Sumber: Laporan keuangan perusahaan

Lantas bagaimana dengan performa harga saham keempat emiten tersebut? 

Jika dilihat sejak awal tahun ini, harga saham keempat emiten kompak mengalami apresiasi sebesar rata-rata +13,17% YTD, dengan saham BSDE mengalami kenaikan terbesar. Pergerakan positif juga masih berlanjut hingga sebulan terakhir dengan rata-rata kenaikan +11,6% MoM, di mana SMRA berhasil mencetak kenaikan tertinggi yakni +22,64% MoM.

Pic:Pergerakan harga saham periode 1M, 3M, dan YTD.
Sumber: Stockbit per 18 Mei 2023

Apresiasi di Tengah Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga

Apresiasi harga saham keempat harga saham properti tersebut muncul di tengah ekspektasi investor terhadap potensi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia. Bank sentral tersebut pun telah menahan laju kenaikan suku bunga acuannya sejak Februari 2023 di level 5,75%. 

Ekspektasi tersebut didasarkan dengan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia yang saat ini sudah hampir mendekati puncak pada 2019 di level 6%. Pada tahun tersebut, BI sempat menahan suku bunga sebesar 6% selama 8 bulan sebelum akhirnya mulai melakukan pemangkasan pertama kali sebesar 25 bps pada Juli 2019.

Pic: Pergerakan suku bunga Bank Indonesia pada 2019–April 2023. 
Sumber: tradingeconomics.com

Bank Indonesia sendiri menyatakan beberapa alasan yang melandasi keputusan untuk menahan suku bunga, antara lain:

  • Tingkat inflasi Indonesia konsisten melandai dan kini sudah di level 4,9% YoY per April 2023 dengan inflasi inti sebesar 2,9% YoY

  • Pertumbuhan ekonomi relatif solid, per 1Q23 tercatat di level +5,03% YoY

  • Pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat terhadap dolar AS, di mana rupiah telah terapresiasi sebesar +6,1% YTD

Oleh karena itu, ekspektasi investor atas kemungkinan terjadinya pemangkasan suku bunga BI kian meningkat dan mendorong kenaikan harga saham. Secara teoritis, suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan daya beli para pembeli properti, khususnya mereka yang memilih skema pembayaran cicilan. Dengan demikian, permintaan properti diharapkan bisa meningkat.

Kenaikan harga saham emiten properti sejak awal 2023 memiliki kemiripan dengan kondisi pada 2016–2017. Saat itu, BI memangkas suku bunga sebanyak 275 bps secara beruntun tanpa henti, dari 7,5% pada Desember 2015 menjadi 4,75% pada Oktober 2017.

Pic: Pergerakan harga saham emiten properti dan suku bunga BI 2015-2016.
Sumber: Chartbit Stockbit, BI Website

Jika dilihat dari grafik di atas, terlihat bahwa sekitar 3–4 bulan sebelum suku bunga dipangkas pada Januari 2016, harga saham emiten properti mulai menunjukan penguatan. Jika mengambil titik terendah pada September 2015 hingga tertinggi pada September 2016, rata-rata kenaikan harga saham keempat emiten mencapai +78,4% dengan rincian: 

  • BSDE naik +56,6%

  • CTRA naik +96,3%

  • SMRA naik +56,7%

  • PWON naik +103,9%


Kenaikan harga saham tersebut seperti mencerminkan pepatah lama, bahwa “Stock market is a forward looking machine.” Hal ini tercermin dari apresiasi harga saham emiten properti yang ditopang oleh ekspektasi investor atas kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.  

Oleh karena itu, investor perlu memperhatikan perubahan kebijakan moneter Bank Indonesia serta menilik seberapa signifikan efeknya ke penyesuaian bunga KPR oleh para perbankan. Kedua faktor tersebut dapat membantu untuk mengukur permintaan konsumen atas properti.


Mengukur Signifikansi Pemangkasan Suku Bunga terhadap Permintaan Properti

Penurunan suku bunga adalah hal krusial bagi emiten properti, khususnya bagi konsumen. Begitu pula dengan pemberian insentif yang bertujuan meringankan beban pendanaan. Sebab, fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial dengan sekitar 75% dari total pembiayaan per 4Q22.

Pic:  Komposisi skema pembayaran properti.
Sumber: Survei Harga Properti Residential BI 4Q22

Salah satu contohnya ketika kebijakan insentif PPN DTP selesai per September 2022. Kebijakan ini dilakukan menyusul suku bunga BI yang mulai dinaikkan sebesar 25 bps pada Agustus 2022 ke 3,75% pasca ditahan selama 18 bulan di level 3,5%. Akibatnya, appetite konsumen terhadap pembelian properti berkurang. 

Pic: Indeks harga properti tiap tipe rumah. 
Sumber: Survei Harga Properti Residential BI 4Q22

Penyesuaian bunga KPR bersifat lagging


Penyesuaian antara kenaikan bunga KPR dengan suku bunga BI bersifat lagging. Jika diperhatikan, rate KPR sebesar 7,98% pada Desember 2022 hanya naik +0,38% dari titik terendah pada tahun tersebut yang berada di level 7,6% pada Juni 2022. Padahal, suku bunga Bank Indonesia telah naik 2% dalam rentang waktu yang sama, dari 3,5–5,5%.  

Pic: Ekspektasi inflasi di Indonesia
Sumber: Lembaga-lembaga terkait

Hal menarik untuk diamati adalah kenaikan suku bunga KPR yang masih sedikit di tengah kenaikan suku bunga yang agresif oleh Bank Indonesia. Kondisi tersebut didasarkan oleh kondisi likuiditas perbankan yang memadai, sehingga bank berlomba-lomba menyalurkan pembiayaan ke sektor yang dianggap menjanjikan termasuk properti. 

Mengacu data suku bunga KPR (fixed rate) tenor 10 tahun dari $BBCA, $BBRI, $BBNI, $BMRI dan $BBTN, saat ini rate berada di rentang 7,25–7,88%.

Dengan demikian, sektor properti berpotensi mendapatkan triple tailwinds, baik dari peningkatan pertumbuhan ekonomi (baca tentang rotasi sektoral), potensi pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia dan kompetisi ketat perbankan di segmen KPR yang membuka ruang untuk penurunan suku bunga KPR berpotensi menurunkan suku bunga. 


Valuasi

Dari segi valuasi P/BV Ratio keempat emiten properti kompak berada di posisi yang rendah dalam 10 tahun terakhir, dengan valuasi di sekitar 1 standar deviasi di bawah rata-rata historis Artinya, tekanan jual terhadap emiten properti berpotensi semakin minim, sehingga downside risk atas penurunan harga saham berkurang.

Pic: PBV Band (10Y) BSDE, CTRA, SMRA, PWON.
Sumber: Stockbit (per 23 Mei 2023) 

Lantas, apakah momen ini menjadi buying opportunity? Akankah penguatan harga saham pada 2016–2017 akan terulang kembali kali ini? Dan apakah kinerja emiten properti dapat kembali terakselerasi ketika suku bunga dipangkas? We provide, you decide!


________________
Penulis: 

Syanne Gracetine, Investment Analyst

Editor: 

Edi Chandren, Investment Analyst Lead

Calvin Kurniawan, Investment Analyst Lead

Aulia Rahman Nugraha, Senior Investment Journalist

Copyright 2023 Stockbit, all rights reserved.

Disclaimer: 

Semua konten dalam artikel ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/menjual saham tertentu. Always do your own research.

PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”),  Perusahaan efek yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. 

Selanjutnya, semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.

🏠 Analisis Tren Saham Sektor Properti: CTRA, BSDE, PWON, dan SMRA by Stockbit Snips

 đź‘‹ Stockbitor!

Sektor properti adalah sektor yang krusial di hidup kita karena sektor ini secara tidak langsung menyediakan semua kebutuhan kita, mulai dari kebutuhan primer hingga tersier.

Pasalnya, perusahaan di sektor ini secara langsung menyediakan “papan” atau tempat tinggal; baik dalam bentuk perumahan, apartemen, ataupun hotel. Properti juga mencakup pusat perbelanjaan, kawasan industri, hingga tempat wisata.

Di Indonesia sendiri banyak sekali perusahaan properti yang sahamnya bisa dibeli Bursa Efek Indonesia (BEI), termasuk saham CTRA (Ciputra Development), saham BSDE (Bumi Serpong Damai), saham PWON (Pakuwon Jati), saham SMRA (Summarecon Agung).

PT Ciputra Development Tbk adalah perusahaan properti yang mengembangkan lebih dari 82 proyek di 34 kota di Indonesia. Proyek ini termasuk perumahan dengan merek CitraLand, CitraGarden, dan CitraRaya serta mall dengan merek Ciputra World dan Ciputra Mall.

Sedangkan, PT Bumi Serpong Damai Tbk ($BSDE) merupakan anak usaha grup Sinarmas yang mengembangkan BSD City, Grand Wisata, dan Kota Wisata. $BSDE hadir di sembilan kota besar dan juga memiliki beberapa superblock seperti Mangga Dua, Roxy Mas, hingga ITC.

PT Pakuwon Jati Tbk adalah perusahaan properti yang mengoperasikan banyak mall, seperti Kota Kasablanka, Gandaria City, Tunjungan Plaza, sampai dengan  Hartono Mall Yogyakarta & Solo. 

PT Summarecon Agung Tbk merupakan perusahaan properti yang telah mengembangkan banyak perumahan serta mall di daerah tersebut, seperti Summarecon Kelapa Gading, Serpong dan Bekasi.

Selengkapnya bahasan saham sektor properti diulas lebih mendalam di Unboxing Sektor Properti. Kamu akan mengetahui dampak pandemi terhadap sektor ini, tren yang sedang mempengaruhi saham properti, perusahaan pemain utama (BSDE, CTRA, PWON, SMRA), model bisnis, aksi korporasi, data pertumbuhan dan lainnya.

Photo by: Stockbit

Lalu, bagaimana tren saham sektor properti saat ini?   

Dengan adanya pandemi Covid-19, saham properti sempat mengalami tekanan. Pasalnya, kinerja keuangan perusahaan properti juga terimbas. Pada tahun 2020, laba bersih BSDE (Bumi Serpong Damai) turun 89,9%, sedangkan PWON (Pakuwon Jati) turun 65,8%, SMRA (Summarecon Agung) turun 65,1%. Hanya CTRA (Ciputra Development) yang mengalami peningkatan sebesar 14,1%. 

Tidak hanya itu, marketing sales perusahaan properti juga tertekan. Marketing sales 2020 PWON berkontraksi -31,7%, sedangkan SMRA sebesar -20% dan CTRA -17,7%. Di sisi lain, BSDE naik tipis +0,2%. 

Hal ini didorong keadaan ekonomi yang tidak menentu selama tahun 2020 di masa pandemi, yang membuat orang menunda pembelian rumah dan apartemen. Bahkan, ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang negatif, yaitu -2,07% pada tahun 2020. 

Selain itu, keadaan pandemi juga membuat perusahaan tidak bisa melakukan launching event dan show unit secara normal. Progres konstruksi properti pun tersendat dengan adanya pembatasan aktivitas sosial

Di sisi lain, perusahaan properti pengelola mal juga harus memberikan kompensasi penundaan pembayaran maupun diskon sewa kepada tenant, di tengah penurunan jumlah pengunjung, pembatasan kapasitas, dan bahkan penutupan mall di saat pandemi. 

Namun, adanya berbagai insentif seperti PPN 0%, penurunan suku bunga dan pemulihan aktivitas ekonomi membantu perusahaan properti untuk pulih.

Pasalnya, PPN 0% bisa membuat pajak properti turun, sehingga total harga rumah yang dibayarkan pembeli menurun. Hal ini bisa membuat permintaan untuk properti terkerek. Sedangkan, penurunan suku bunga yang turun bisa membuat bunga KPR lebih murah, sehingga permintaan untuk properti bisa meningkat. 

Tidak hanya itu, tingginya harga komoditas telah membuat adanya commodity boom. Hal itu juga berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia naik, yang kemudian bisa membuat permintaan properti, yang juga bergantung pada daya beli masyarakat, meningkat. 

Pada tahun 2021, marketing sales dari CTRA, PWON, BSDE, dan SMRA semua mengalami kenaikan double digit.  Hal ini pun juga mendorong pemulihan harga saham perusahaan properti. 

Namun, kedepannya, apakah perusahaan properti bisa meneruskan pertumbuhan nya? 

Cari tahu dengan baca Unboxing Saham: Sektor Properti di Stockbit dan ketahui mengenai: 

  • Tren diskon PPN yang diperpanjang, namun walau diperkecil menjadi 50% untuk rumah dengan harga <2 miliar (dari 100%) dan 25% untuk yang berharga 2-5 miliar (dari 50%) 

  • Tren kenaikan suku bunga The Fed di Amerika Serikat, yang berpotensi diikuti oleh Bank Indonesia, sehingga bisa membuat bunga KPR bisa kembali meningkat  

  • Dampak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru dan perusahaan yang berpotensi diuntungkan

  • Perbandingan performa finansial dan operasional emiten properti di Indonesia (marketing sales, land bank, pertumbuhan pendapatan, sampai rasio valuasi seperti P/E dan P/BV).

  • Karakteristik unik emiten properti di Indonesia 

  • Aksi korporasi yang dilakukan oleh BSDE, CTRA, SMRA, dan PWON 

  • Tren lain yang mempengaruhi sektor properti

Yuk pelajari Sektor Properti di Stockbit Academy

Photo by: Stockbit


Copyright 2021 Stockbit, all rights reserved. Anda menerima email ini karena terdaftar sebagai akun aktif di Stockbit atau telah daftar melalui website Stockbit / Stockbit Snips.


Disclaimer: 

Email ini dikirim oleh PT Stockbit Sekuritas Digital (“Stockbit”), Perusahaan efek yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Informasi di dalam email ini bersifat rahasia dan hanya ditujukan bagi Nasabah yang menggunakan Stockbit dan menerima email ini. Dilarang memperbanyak, menyebarkan, dan menyalin informasi rahasia ini kepada pihak lain tanpa persetujuan Stockbit. 

Semua konten dalam email ini dibuat untuk tujuan informasional dan bukan merupakan rekomendasi untuk membeli/ menjual saham tertentu. Always do your own research

Selanjutnya, Semua keputusan investasi nasabah mengandung risiko dan adanya kemungkinan kerugian atas investasi tersebut. Seluruh risiko investasi bukan merupakan tanggung jawab Stockbit melainkan menjadi tanggung jawab masing-masing nasabah.

Domain resmi Stockbit adalah “https://stockbit.com/” dan semua informasi yang dikirimkan oleh kami akan menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit dan/atau alamat email yang diakhiri “@Stockbit.com” Semua pemberian Informasi Rahasia kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit namun tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit merupakan tanggung jawab pribadi pihak pemilik Informasi Rahasia dan kami tidak bertanggung jawab atas setiap penyalahgunaan Informasi Rahasia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Stockbit yang tidak berasal dari atau tidak menggunakan platform resmi aplikasi Stockbit.